Makan Malam Larut Bersama Filep Karma *





Filep Karma; Aktivis Paling Konsisten


Filep Karma yang malam itu saya temui, sedang makan sate ayam. Makan malam yang terlalu larut karena saat itu, waktu sudah menunjukkan pukul 22.15 WIB. Di apartemen Permata Senayan, Jakarta Barat, malam itu, saya merasa akan menjadi salah satu malam-malam paling berkesan dalam hidup saya.



Andreas Harsono, adalah orang yang mengajak saya bertemu Filep. Apartemen Permata Senayan juga merupakan tempat tinggalnya. Malam itu, bersama beberapa teman, kami baru saja menyelesaikan kelas narasi terakhir yang diampunya. “Filep Karma baru datang dari Papua. Dia sekarang di rumah saya,” kata dia.

Maka malam itu, saya berkesempatan mengobrol dengannya.Jujur saja, saya kurang tahu siapa dia. Saat kelas jurnalisme sastrawi menghadirkan Eka Kurniawan, saya melihat dia ada. Begitu juga dengan kelas narasi bersama pendiri Detik; Budiono Darsono. Mas Andre menceritakan sekilas siapa dia. Tak perlu saya cerita panjang lebar, Wikipedia memiliki catatan yang lebih lengkap.

Dalam waktu sekira dua jam, kami cerita banyak. Mas Andre bilang kalau kedatangan Filep ke Jakarta sekarang ini karena undangan Human Rights Watch International (HRW). Senin ini, kata mas Andreas, Filep akan berbincang dengan beberapa petinggi HRW dari berbagai belahan dunia.

“Pak Andreas, saya nanti menginap di kos-kosan saja ya. Tidak usah di hotel,” kata dia di tengah pembicaraan.

Menerima undangan sekelas HRW, kata Mas Andre, Filep memang berhak mendapatkan akomodasi penginapan di Hotel Hyatt. Namun, dia menolak. Pemda Papua, lanjutnya, juga sudah sanggup akan membiayai semua biaya hotel selama di Jakarta, asal ada struk dan sebagainya. “Kalau di kos-kosan itu justru malah susah Pak nanti laporannya,” kelakar Mas Andre.

Selain menemui undangan HRW, Filep akan ke Nusakambangan. Agendanya, bertemu dengan beberapa tahanan politik yang ditahan pemerintah Indonesia. Tuduhannya, melakukan upaya tidak setia kepada NKRI karena menari dengan membawa bendera bintang kejora di depan presiden SBY. 

“Namun, pemerintah tidak adil. Ada peraturan internasional yang melarang tahanan dijauhkan dari keluarganya. Mereka dari Papua tapi ditahan  di Nusakambangan. Selama di penjara mereka tidak pernah dibesuk oleh keluarganya,” jelasnya.

Mas Andre, pernah menulis tentang ini di link HRW ini.

Filep menyebut, dalam hal ini, pemerintah Indonesia tidak berbeda dengan pemerintah Belanda masa kolonial. Pangeran Diponegoro salah satunya, yang ditangkap dan diasingkan sampai ajalnya.

Kami banyak bicara, salah satunya tentang aspirasi politik dan idealismenya. Tidak selalu tentang hal yang berat, dia cerita tentang bagaimana Filep hampir saja ketinggalan pesawat. “Ada demonstrasi di Papua, angkot yang saya naiki berada di belakangnya.  Padahal, kita sudah lewat jalur alternatif,” ungkapnya.

Seorang wartawan Tempo, iseng menanyakan, “Pak, saya beberapa kali ketemu Bapak. Saya perhatikan, kenapa Bapak selalu memakai seragam PNS itu?”katanya.

Filep menjawab, dia nyaman dengan baju itu. “Kalau terjadi apa-apa dengan Indonesia, saya sudah siap dengan baju ini,” katanya. Sepanjang hari, dalam acara apapun, Filep menyebut dia selalu menggunakan baju itu. Kecuali sekali, saat hendak menikahkan anaknya dan dipaksa menggunakan jas. “Anak saya bilang kalau saya tidak mau pakai jas, tidak jadi nikah saja,” kisahnya sambil tertawa.

Saya bertanya ke Mas Andre, setelah Filep menuju ke kawasan Jatinegara. Dalam pembicaraan kami, dia terkesan santai dan tidak pernah sekalipun terlibat menggebu-gebu. Apakah dia kalau berorasi bisa galak? Saya penasaran.

Saya  langsung mendapat jawaban dari salah satu rekaman pidato orasinya di laman Youtube. Laki-laki yang barusaja saya temui, tidak terlihat seperti itu. Dia seperti laki-laki matang biasanya, meski garis tempaan hidup tak bisa dibohongi terlihat di raut wajahnya.





* judul yang direkomendasikan Mas Andreas

Komentar