Sebuah Catatan Akhir Tahun
Sebuah email dari CEO Verizon Media K.Guru Gowrappan yang datang di email saya membuat saya tergugu. Subjectnya: A Year Like No Other. Isinya memang "hanya" kaledioskop peristiwa-peristiwa penting selama 2020. Lebih banyak terjadi di Amerika Serikat sebagai pusat bisnisnya.
Namun, barangkali karena bergelut dengan kata dan kalimat, saya sangat terkesan dengan cara Yahoo menyampaikan email blast tersebut. Menenangkan dan menyemangati.
Apapun, karena sampai saat ini kita masih baik-baik saja. Kita semua adalah survival. Kita semua adalah pemenang.
Mengawali tahun 2020, saya mungkin sudah sedikit "oleng". Lelah? Saya tidak ingin menyebutnya begitu. Tapi, saya seperti menyerahkan segalanya kepada Tuhan YME. Saya pasrah pada apa yang akan terjadi pada garis hidup yang terlihat sedang banyak bercanda. Jadi, saya mencoba mengikuti candaanya. Saya tidak memasang target.
Imbasnya, saya membiarkan diri untuk tenggelam dalam gelembung mood. Bermalasan, termangu-mangu dengan tidak mengerjakan apapun selama berhari-hari, dan menghamburkan uang untuk berfoya-foya.
Akibatnya, saya belum menyelesaikan investasi pendidikan yang telah saya mulai dua tahun lalu. Setahun ini, penelitian saya terbengkalai. Foldernya memang saya pasang di desktop komputer sebagai pengingat. Namun, kemajuannya tidak ada. Menyedihkan.
Ajaibnya, saya tidak merasa bersalah dengannya. Saya terlihat sangat biasa saja dan pasrah dengannya. Menghamburkan waktu luang saya yang berlimpah dengan menonton film, talkshow atau rebahan saja di kasur. Seseorang mengingatkan saya, "Sayang uangnya ah." Dengan enteng saya jawab, duit kan dicari untuk dihabiskan. Haha...
Ketika semua orang berbondong-bondong untuk ikut pelatihan online, webinar, atau apalah itu untuk menambah skill baru, saya juga abai. Malas ya malas saja-lah. Mending rebahan atau nonton korea atau scroll online shop di Instagram. Saya juga tidak menambah hobi baru seperti bercocok tanam atau main sepeda. Enggak. Tidak ada skill baru selama pandemi ini.
Bagaimana poros dunia akan berputar pascapandemi nanti? Mereka bilang akan berubah dan berbeda sama sekali. Siapa yang tidak melakukan investasi, kreatif, dan inovatif dalam keterbatasan pandemi tersebut, akan tertinggal. Berarti saya akan kalah dan tertinggal?
Karier, bisnis, keuangan?
Karier, biasa saja dan tidak perlu ada yang diceritakan. Kadang sampai saya merasa bahwa saya kurang taft dalam mengejar apa yang diinginkan. Bisnis? Masih tetap belum punya.
Keuangan? Saya bersyukur masih memiliki sumber pendapatan. Bila harus mengisahkannya, barangkali saya harus sangat bersyukur pada rezeki materi yang Tuhan berikan di tahun ini. Jujur, keuangan saya tidak terdampak pandemi.
Namun, barangkali karena bergelut dengan kata dan kalimat, saya sangat terkesan dengan cara Yahoo menyampaikan email blast tersebut. Menenangkan dan menyemangati.
Apa yang dipelajari selama krisis? (Foto: Pixabay) |
Hanya satu kata yang pas untuk menggambarkan tahun ini: resiliance, awal email itu. 2020 adalah tahun yang akan terkenang dalam hidup kita, selamanya. Pandemi COVID-19, krisis ekonomi, kerusahan karena ras, politik dan demokrasi, semua ada di tahun ini. Tahun ini, kita sebenar-benarnya belajar untuk bertahan, beradaptasi, berempati dan bertahan.
Apapun, karena sampai saat ini kita masih baik-baik saja. Kita semua adalah survival. Kita semua adalah pemenang.
Mengawali tahun 2020, saya mungkin sudah sedikit "oleng". Lelah? Saya tidak ingin menyebutnya begitu. Tapi, saya seperti menyerahkan segalanya kepada Tuhan YME. Saya pasrah pada apa yang akan terjadi pada garis hidup yang terlihat sedang banyak bercanda. Jadi, saya mencoba mengikuti candaanya. Saya tidak memasang target.
Imbasnya, saya membiarkan diri untuk tenggelam dalam gelembung mood. Bermalasan, termangu-mangu dengan tidak mengerjakan apapun selama berhari-hari, dan menghamburkan uang untuk berfoya-foya.
Akibatnya, saya belum menyelesaikan investasi pendidikan yang telah saya mulai dua tahun lalu. Setahun ini, penelitian saya terbengkalai. Foldernya memang saya pasang di desktop komputer sebagai pengingat. Namun, kemajuannya tidak ada. Menyedihkan.
Ajaibnya, saya tidak merasa bersalah dengannya. Saya terlihat sangat biasa saja dan pasrah dengannya. Menghamburkan waktu luang saya yang berlimpah dengan menonton film, talkshow atau rebahan saja di kasur. Seseorang mengingatkan saya, "Sayang uangnya ah." Dengan enteng saya jawab, duit kan dicari untuk dihabiskan. Haha...
Ketika semua orang berbondong-bondong untuk ikut pelatihan online, webinar, atau apalah itu untuk menambah skill baru, saya juga abai. Malas ya malas saja-lah. Mending rebahan atau nonton korea atau scroll online shop di Instagram. Saya juga tidak menambah hobi baru seperti bercocok tanam atau main sepeda. Enggak. Tidak ada skill baru selama pandemi ini.
Bagaimana poros dunia akan berputar pascapandemi nanti? Mereka bilang akan berubah dan berbeda sama sekali. Siapa yang tidak melakukan investasi, kreatif, dan inovatif dalam keterbatasan pandemi tersebut, akan tertinggal. Berarti saya akan kalah dan tertinggal?
Karier, bisnis, keuangan?
Karier, biasa saja dan tidak perlu ada yang diceritakan. Kadang sampai saya merasa bahwa saya kurang taft dalam mengejar apa yang diinginkan. Bisnis? Masih tetap belum punya.
Keuangan? Saya bersyukur masih memiliki sumber pendapatan. Bila harus mengisahkannya, barangkali saya harus sangat bersyukur pada rezeki materi yang Tuhan berikan di tahun ini. Jujur, keuangan saya tidak terdampak pandemi.
Pendapatan saya tidak berkurang selama pandemi. Bahkan bisa dikatakan bertambah, meski item kebutuhan saya tiba-tiba melonjak. Beberapa peluang pekerjaan dan kolaborasi memang lepas akibat pandemi. Namun, dalam pikiran, kadang saya juga merasa tidak yakin untuk menjalaninya. Jadi apa yang terlewat itu memang bukan rezeki. Selama pandemi, saya juga sempat menolak beberapa pekerjaan. Bukankah saya beruntung?
Semoga kelebihan rezeki saya di tahun 2020 tersebut bukanlah ujian yang membuat saya terperosok.
2021, saya kembali berniat untuk melakukan kocok ulang portofolio. 2020, setelah bulan April, saya benar-benar bermain aman. Saya lebih banyak menempatkan aset pada kas dan setaranya. Selama pandemi, bahkan saya putuskan untuk membuat akun bank dalam USD sebagai upaya diversifikasi kas. Sepertinya cukup dan waktunya kembali memulai investasi pada aset yang lebih berisiko.
Selama pandemi, saya lebih banyak menghabiskan banyak waktu untuk mengenal lebih baik siapa saya dan apa yang saya inginkan. Siapa yang mengenal dirinya sendiri, kata Ulil Abshar Abdalla dalam kajian Ilya, dia lebih mudah menemukan Tuhan.
Saya mencoba berdialog dengan diri saya sendiri tentang apa-apa saja yang menjadi kekhawatiran. Apa yang membuat saya sedih dan bahagia. Apa yang membuat saya takut. Apa yang cukup membuat saya marah, kecewa dan putus asa. Apa yang menjadi latar belakang saya berbuat, bertindak dan bersikap.
Saya menemukan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Alasan menyedihkan yang kadang tertutup oleh berlapis-lapis alasan sebagai pembelaan. Saya tidak bangga dengannya. Tapi saya mencoba untuk mengakuinya. Dan memperbaikinya sedikit demi sedikit. Hari demi hari. Semoga Tuhan membantu saya.
Saya lebih banyak tinggal di rumah orang tua saya selama 2020. Menemani mereka mengurus nenek saya yang sudah berumur lebih dari 90 tahun, sakit. Keadaannya setiap hari bertambah parah dan menyulitkan. Bukan kondisi fisiknya, tapi kondisi psikis dan kejiwaannya. Ia menjadi pribadi dengan sifat manipulatif dan menjengkelkan. Sangat merepotkan secara fisik dan terutama jiwa.
Menemaninya, membuat saya berpikir. Saya berasal dari kromosom yang sama dengan perempuan ini. Sifat apapun yang sangat menjengkelkan dan menghancurkan dari perempuan ini, sangat mungkin menurun pada saya. Dan saya tidak mau menjadi seperti dia. TIDAK.
Saya percaya, seorang pemabuk tidak melahirkan anak pemabuk dan anak pembunuh tidak selalu menjadi pembunuh. Kita, sebagai pribadi, dibentuk oleh diri kita sendiri. Kita bisa berusaha, berjuang dan berlatih dengan dengan sekuat hati untuk menjadi diri kita sendiri.
Barangkali semua daya dan upaya itulah yang paling saya kerahkan di tahun 2020. Mengenali diri saya lebih dalam. Berupaya sekuat tenaga untuk membentuk kembali siapa saya dan akan menjadi apa ke depannya nanti.
Semoga kelebihan rezeki saya di tahun 2020 tersebut bukanlah ujian yang membuat saya terperosok.
Apa yang melewatkanku takkan pernah menjadi takdirku. Dan apa yang dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku. -Umar bin Khattab.Investasi? Biasa saja. Kejatuhan portofolio saham yang saya alami di masa pandemi telah pulih sepenuhnya. Di bulan Desember, meski sedikit, saya juga berhasil memanfaatkan momentum window dressing. Sektor perbankan dan pertambangan yang saya pegang sempat naik cukup tajam. Ditambah dengan dividen dari beberapa emiten. Lumayan lah kalau mengingat betapa merahnya portofolio saya bulan Maret lalu. Hehe...
2021, saya kembali berniat untuk melakukan kocok ulang portofolio. 2020, setelah bulan April, saya benar-benar bermain aman. Saya lebih banyak menempatkan aset pada kas dan setaranya. Selama pandemi, bahkan saya putuskan untuk membuat akun bank dalam USD sebagai upaya diversifikasi kas. Sepertinya cukup dan waktunya kembali memulai investasi pada aset yang lebih berisiko.
Selama pandemi, saya lebih banyak menghabiskan banyak waktu untuk mengenal lebih baik siapa saya dan apa yang saya inginkan. Siapa yang mengenal dirinya sendiri, kata Ulil Abshar Abdalla dalam kajian Ilya, dia lebih mudah menemukan Tuhan.
Saya mencoba berdialog dengan diri saya sendiri tentang apa-apa saja yang menjadi kekhawatiran. Apa yang membuat saya sedih dan bahagia. Apa yang membuat saya takut. Apa yang cukup membuat saya marah, kecewa dan putus asa. Apa yang menjadi latar belakang saya berbuat, bertindak dan bersikap.
Saya menemukan berbagai alasan yang melatarbelakanginya. Alasan menyedihkan yang kadang tertutup oleh berlapis-lapis alasan sebagai pembelaan. Saya tidak bangga dengannya. Tapi saya mencoba untuk mengakuinya. Dan memperbaikinya sedikit demi sedikit. Hari demi hari. Semoga Tuhan membantu saya.
Saya lebih banyak tinggal di rumah orang tua saya selama 2020. Menemani mereka mengurus nenek saya yang sudah berumur lebih dari 90 tahun, sakit. Keadaannya setiap hari bertambah parah dan menyulitkan. Bukan kondisi fisiknya, tapi kondisi psikis dan kejiwaannya. Ia menjadi pribadi dengan sifat manipulatif dan menjengkelkan. Sangat merepotkan secara fisik dan terutama jiwa.
Menemaninya, membuat saya berpikir. Saya berasal dari kromosom yang sama dengan perempuan ini. Sifat apapun yang sangat menjengkelkan dan menghancurkan dari perempuan ini, sangat mungkin menurun pada saya. Dan saya tidak mau menjadi seperti dia. TIDAK.
Saya percaya, seorang pemabuk tidak melahirkan anak pemabuk dan anak pembunuh tidak selalu menjadi pembunuh. Kita, sebagai pribadi, dibentuk oleh diri kita sendiri. Kita bisa berusaha, berjuang dan berlatih dengan dengan sekuat hati untuk menjadi diri kita sendiri.
Barangkali semua daya dan upaya itulah yang paling saya kerahkan di tahun 2020. Mengenali diri saya lebih dalam. Berupaya sekuat tenaga untuk membentuk kembali siapa saya dan akan menjadi apa ke depannya nanti.
Di usia saya yang sudah segini? Apakah itu terlambat?
Semoga saja tidak.
Komentar
Posting Komentar