Apa Sih Perlunya Rebranding untuk Perusahaan yang Sangat Sehat?

Sebuah bank swasta nasional terbesar di Indonesia mengeluarkan miliaran rupiah dalam proses rebranding perusahaan. Menurut saya itu tidak terlalu penting. 




Rebranding Perusahaan Perlukah?
Rebranding untuk perusahaan yang posisinya sudah sangat jelas. Buat Apa? (Foto: Shutterstock) 

Rutinitas dan pekerjaan mempertemukan saya dengan seorang brand consultant. Boleh-boleh saja mengatakan nama dan perusahaannya di sini, tapi saya pikir itu tidak pantas (japri kalo penasaran #eh). Sebelum mendirikan perusahaannya sendiri di Indonesia, dia telah malang-melintang di dunia periklanan Amerika Serikat dan Singapura. 

Tidak sembarangan. Dia pernah menangani sebuah perusahaan minyak dan gas multinasional. Dia juga aktor dibalik sukses kampanye iklan produk minuman teh, telekomunikasi, farmasi dan tentu saja lembaga keuangan Tanah Air.

Selama setidaknya dua jam, kami berbicara panjang lebar mengenai branding. Lebih banyak pada strateginya melakukan rebranding sebuah bank swasta terbesar Tanah Air.

Pelajaran pertama yang saya peroleh darinya adalah tentang perbedaan branding dan marketing. Branding adalah upaya terus menerus untuk membentuk sebuah kepedulian, awarness konsumen. Menanamkan kesan pada konsumen tentang sebuah merek.

"Karena itu tidak mudah. Setiap hari, ada setidaknya 5.000 merek berjejalan dalam benak kita. Berebutan meminta perhatian. Namun, hanya satu atau beberapa saja yang menancap kuat di benak," katanya.

Karena itu, branding tidak bisa dilakukan dalam semalam layaknya membangun candi. Tidak mungkin, katanya. Marketing adalah turunan dari branding. Bagaimana pesan-pesan penting dalam branding diturunkan dan dijabarkan.

Kemudian dia bercerita strateginya melakukan rebranding pada sebuah bank terbesar swasta terbesar Indonesia. Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir, kesan (image) bank tersebut telah usang. Tertutup. Ketinggalan zaman. Pesan dan nilai (value) perusahaan yang hanya beredar di sekitar manajemen saja. Tidak semua stakeholder yang berkepentingan dengan bisnis perusahaan, khususnya nasabah, tersampaikan. Dan menurutnya, hal itu dapat menghambat pertumbuhan bisnis.

Dari mana dia bisa menyimpulkan hal ini?

Dia melakukan survei dan wawancara yang panjang dan mendalam. Proyek rebranding bank ini, katanya, sudah dilakukan sejak akhir 2017.

Dia bersama timnya melakukan wawancara mendalam kepada segenap manajemen untuk mengetahui akar dan nilai perusahaan. Logo perusahaan menggambarkan daun tembakau, katanya. Menunjukkan darimana bisnis mereka berasal. Perusahaan rokok di Kudus. 

Lima lembar daun tembakau menggambarkan keterbukaan, kekeluargaan dan keinginan untuk terus melakukan inovasi dan kreativitas. Nilai-nilai ini, tambah dia, belum tercermin dalam strategi branding perusahaan. Belum terlihat dalam produk-produk yang ditawarkan perusahaan. Karena itu, proses rebranding harus dilakukan.

Posisi yang dipilih, menurut hemat dia, adalah posisi perusahaan sebagai sebuah teman baik (bestfriend). Sebuah bank harus dapat menjadi seorang teman yang hangat, tidak berjarak dan penuh perhatian. Ia harus mau mendengarkan keluh kesan sang sahabat.

"Because the best selling methods is not sell at all,
" pesan dia. Menancap di otak saya.

AH,

Apaan-apaan, batin saya. Dia memindahkan beberapa titik daun tembakau dalam logonya. Memindahkannya di kanan atas. Mengutak-atik sedikit juga bentuk luarnya. Sudah itu saja.

Panjang sekali penjelasannya. Panjang sekali dia menceritakan bagaimana kandungan nilai dan filosofi yang termuat di dalamnya. Lebar sekali dia menceritakan perlunya perusahaan melakukan rebranding. Saya yakin untuk melakukan itu saja, dia dibayar miliaran rupiah. KECAP.

Padahal, dalam pandangan awam saya, posisi perusahaan sudah jelas. Posisinya sebagai market leader dalam transaksional banking kukuh. Nasabahnya jutaan. Labanya terus naik dari periode ke periode. Harga sahamnya terus menyentuh rekor tertinggi baru kendati IHSG dan regional merah. Rasio kredit macetnya sangat jauh di bawah rata-rata industri. Mantan atasan saya pernah becanda. 

"Kalau hari ini kiamat, bank itu masih buka di hari terakhir." candanya.

Buat apa sih Pak, rebranding segala? Mending pake duitnya buat menyalurkan pembiayaan murah ke UMKM. Mending pakai dana pihak ketiga murahnya untuk turut membangun bangsa, borong obligasi pemerintah misalnya. Itu dana jangan kebanyakan diparkir jadi laba ditahan atau disimpan di Bank Indonesia saja biar ada manfaatnya.

Hahahaha....maafkan ya Pak, saya lancang.

Bagaimanapun, bank bapak tetap yang terbaik sih. Setidaknya karena saya nasabah Bapak dan payroll gaji ada di sana. Dan karena satu hal, kalau ke kantor cabang di dekat lokasi tempat tinggal saya, Bapak satpamnya selalu sigap memayungi setiap nasabahnya. Termasuk nasabah kere macam saya yang cuma mau ambil duit Rp100 ribu di ATM. Saya tak pernah diperlakukan begitu di bank lain.

Hihihi...makasih Pak. Saya merasa dihargai dan dihormati. Tak usah lah Pak melakukan rebranding itu. Bank bapak selalu di sisi saya.



Salam Hangat,

Nasabah (biasa) Bapak.

Komentar