Saya dan Galeri Indonesia Kaya


Sumber Foto: Laman Indonesia Kaya



Hari ini, tempat seminggu setelah saya menginjakkan kaki di kantor baru. Kantor keempat dalam enam tahun karir di megapolitan: Jakarta Raya. Kantor saya yang baru ini sepertinya memiliki prospek bisnis yang cerah, dekat dengan lokasi kos, tinggal jalan, dan dapat makan siang. Haha.... (penting banget)

Saya sempat galau sebelum memutuskan untuk pindah ke kantor ini. Ada beberapa tawaran yang masuk memang. Ah, itu tidak usah diceritakan. Paling tidak, satu resolusi saya tahun ini untuk pindah kantor sudah terlaksana. Well done, centang hijau, guys!!

----

Kamu pernah dengar PT Merah Cipta Media? Tidak? Beritagar.ID? Belum juga? Itu sebuah start-up agregator yang terafiliasi dengan grup Djarum. Dulu, namanya lintas.me. Karena afiliasi dengan Djarum ini, banyak bisnis grup yang masuk ke kantongnya. Termasuk salah satu tanggungjawab saya, mengisi konten edukasi keuangan milik Bank BCA.

Sore ini, saya dibuat kagum dan tidak henti terpukau. Ada Djarum Bakti Budaya yang memberikan presentasi mengenai kegiatan mereka sekarang dan ke depan. Saya tahu, sebagai salah satu pemimpin pasar di bisnis rokok Tanah Air, program pengabdian masyarakat (CSR) Djarum memang dibuat secara besar, profesional dan menyeluruh. Apalagi, bisnis utama Djarum adalah rokok yang notabenenya merusak kesehatan. Haha...

CSR Djarum, katanya, dibagi menjadi beberapa hal. Beberapa diantaranya ada di bidang budaya, olahraga, pendidikan, kesehatan dan lingkungan. Di bidang bulu tangkis, CSR Djarum sudah begitu harum namanya. Dia memiliki satu beasiswa khusus untuk mendapatkan dan mendidik bakat-bakat terbaik di cabang bulu tangkis. Beasiswa Djarum juga sudah besar kiprahnya di bidang pendidikan.

Di bidang budaya, kegiatan Djarum Bakti Budaya ini terpusat di Grand Indonesia lewat Galeri Indonesia Kaya. Dia menempati areal seluas sekitar 700 meter persegi. Djarum, katanya, sebenarnya menghendaki ruangan seluas 1.500 meter persegi di kawasan prestisius, Senayan. Namun, satu dan lain hal membuat Djarum harus puas dengan tempat saat ini. Saya beberapa kali menikmati pertunjukan mereka. Tempatnya sangat representatif dan nyaman. Pertunjukan seni atau sastra di sana, gratis.

Penanggung Jawab Program Djarum Bakti Budaya tadi menyebut, tujuan utama kegiatan mereka adalah memfasilitasi dan memastikan bahwa seni dan budaya di Indonesia tidak mati. Banyak seniman baik tari,peran, musik dan sastra Indonesia tidak bisa bertahan. Padahal, yang dibutuhkannya sebenarnya tidak banyak: ruang untuk tampil. Ruang terbuka untuk seni di Indonesia, hampir tidak ada. Di sinilah mereka hadir.

Mereka kemudian merancang beberapa program. Mereka memiliki program jelajah budaya tanah air bekerjasama dengan MetroTV. Mereka juga membuat video pengenalan destinasi wisata dan juga kuliner menarik di seluruh nusantara. Mereka mengadakan kelas menari gratis untuk umum.
Setahun sekali, katanya, mereka membuat Indonesia Menari. Tahun ini, program ini dilakukan di Grand Indonesia dengan melibatkan sekitar 1.500 penari. Ke depan, Djarum Bakti Budaya juga menargetkan memiliki ruang terbuka seni di Semarang.

Kenapa Semarang? Katanya, karena ibukota propinsi Jawa Tengah. Pusat usaha Djarum memang di Kudus, katanya. Dengan begitu, Kudus dan Jawa Tengah menjadi prioritas pertama pengembangan CSR mereka.

---

Lebih dari lima tahun berkecimpung di dunia ekonomi, sedikit banyak saya tahu. Kegiatan mereka pada dasarnya adalah menjalankan kewajiban sebagai perusahaan. Berapa keuntungan Djarum setahun hanya dalam menjual rokok saja? Berapa juga laba BCA, bank swasta terbesar di Tanah Air? Belum lagi segala macam bisnis anak usahanya.

Namun, saya jadi lebih paham pentingnya modal. CSR perusahaan memang wajib. Namun, kewajiban yang digarap dengan profesionalitas kerja akan sungguh terasa. Saya tidak bilang bahwa perusahaan lain tidak memiliki program sejenis. Beberapa BUMN seperti Bank Mandiri, juga memiliki program PKBL yang bermanfaat.

Namun, saya mengapresiasi langkah Djarum ini. Minggu ini, saya juga akan datang ke Galeri Indonesia Kaya. Ada Srihanuraga Trio dan  Dira Sugandi di sana. Saya juga pernah datang ke diskusi sasta bersama Sapardi Djoko Damono. Sayapun pernah menonton fragmen drama sejarah di sana.

Di Jakarta, penduduknya hampir tidak memiliki pilihan banyak untuk sekedar rehat dari penatnya rutinitas. Mall adalah pilihan termudah tapi belum tentu terbaik. Semuanya artifisial. Dengan keuangan terbatas seperti saya, hal itu membuat bosan dan frustasi. Hoho... Karena itu, menonton pertunjukan seni dan budaya, dengan gratis, bagai oase di tengah gurun

Saya mungkin banyak nyinyir tentang CSR perusahaan. Saya juga yakin banyak dari mereka yang menjalankan hal itu tak lebih dari sekedar menggugurkan kewajiban. Keberlangsungan dan keefektifan program, menjadi nomor dua, bahkan nomor tiga.

Indonesia Kaya ini, meski baru di Jakarta dan belum signifikan. Setidaknya sudah mengawali.

Komentar