Renungan Malam Pergantian Tahun
Guys, tulisan ini saya buat pada
malam tepat setelah saya sampai di kosan. Mumpung masih hangat, minat dan belum
terserang virus malas. Hahay...
Malam ini adalah malam pergantian
tahun bagi saya. You know guys, malam ini usia saya akan beranjak semakin tua.
28 tahun. So, ini barangkali tulisan terakhir saya di umur 27 tahun, jadi
kesannya harus serius, dewasa dan berbobot. Soalnya kan besok hari bersejarah
untuk saya. Halah..
Malam ini adalah malam perenungan
alias muhasabah. Beruntung, alhamdulillah...saya jadi datang ke kajian Tauhid
di masjid Al Ikhsan BI setelah pulang dari kantor malam ini. Kajian Tauhid dari
Daarut Tauhid Bandung malam ini biasanya
diisi AA Gym, tapi kali ini muridnya dari Bandung yang ngisi, Ustadz Khomarudin
Chalil
Iya, beberapa hari ini, seperti
postingan saya yang lalu, saya sedang merasa menjadi seperti zombie. Hidup
segan mati tak mau. Butuh kerlip, butuh dorongan lagi, butuh bahan bakar. Dalam
satu perenungan dan penelusuran diri, saya merasa bahwa ini salah satunya
karena akhir-akhir ini saya mulai jarang dan malas menghadiri majelis ilmu.
Berat kaki melangkah ke sana disibukkan dengan tetek bengek urusan dunia.
Hoho...jadi, Senin malam ini, alhamdulillah niat itu kembali terlaksana.
Ternyata benar ya guys, benar banget
omongan mamah saya. Mamah saya itu –semoga Allah memberikan selalu kesehatan
kepadanya- pernah bilang begini; “Mendatangi majelis ilmu , datang ke
kajian itu penting. Memang sering isi kajian itu kita sudah pernah denger, sudah tau. Tapi ibarat tanaman, perlu terus disiram,
disiram dan disiram. Jadi tidak lupa dan segar kembali. Semangat kembali”.
AllahuRabb...jadi memang begitulah
adanya. Tanaman iman ini malam ini seperti disiram kembali.
Jadi kata Ustadz tadi, yang
ceramahnya dibawakan dengan sangat menghibur, semua hal bermula dan
dikembalikan pada sholat. Sholat yang merupakan tiang agama, sholat yang adalah
kepala dari semua ibadah, sholat yang adalah amalan pertama yang nanti akan dihisab
di akherat.
Dia mengibaratkan agama itu seperti sebuah pulpen, dan kelima rukun Islam, adalah lima jari kita yang mengenggam. Sampai mati, dengan segenap jiwa, dia berpesan bahwa kita harus kuat-kuat mengenggamnya.
Namun, dia bilang, kalau sampai mati kita tidak menjalankan haji misalnya, yang diibaratkan seperti jari kelingking, maka kita masih bisa mengenggam Islam itu dengan erat dengan keempat jari yang lain. Pun demikian bila kita terpaksa tidak bisa menjalankan zakat dan puasa, si pulpen tersebut, masih bisa kita pegang erat dengan dua jari. Tapi, bila kita melepaskan sholat, maka pulpen itu akan jatuh. Lepas. Subhanallah...mengena banget.
Jangan pernah tinggalkan sholat.
Kata dia, sang kepala ibadah. Karena dimanapun, kepala adalah pokok, kunci. Andalan.
Apapun masalahnya, betapapun berat
masalah yang menghimpit hati dan pikiran kita, lanjutnya, kembalikan ke sholat
kita. Perbaiki sholat kita, tingkatkan kualitas sholat kita. Kata suatu surah
dalam Al-Quran, Bersabarlah dalam sholatmu.
Dia berpesan, memperbaiki sholat akan membuat hati kita lega, ikhlas dan
inshaAllah akan dapat dengan jernih menyelesaikan masalah.
Berat rezeki, sholat dhuha. Punya
keinginan, sholat hajat. Bingung memilih, sholat istikharah. Hilang kepercayaan
diri dan segala letih hidup, sholat tahajud.
Lalu bagaimana cara kita memperbaiki
sholat? Bagaimana kalau kita merasa sholat
kita jarang khusu? Bagaimana kita meningkatkan
kualitas sholat kita?
Dia bilang, salah satunya adalah
dengan cara rajin melakukan sholat berjamaah. Guys, dia bilang, misalnya nih,
kalau dalam satu jamaah shalat itu hanya imamnya saja yang khusu dalam
melaksanakan sholat, maka Allah SWT akan menerima sholat kita semua . Pun
demikian kalau hanya salah satu jamaah sholatnya saja yang bisa khusu. Ajaibnya, jika sampai tidak ada, dalam suatu
jamaah sholat tersebut yang bisa khusu, maka Allah SWT juga akan menerima
sholat kita semua. Karena kita semua telah berkumpul dan meminta ridhoNya,
begitu kata dia.
So...memang tidak ada lagi alasan
untuk tidak melakukan jamaah ya Guys. Jamaah bukan hanya akan menambah pahala
berkali lipat, tapi juga sebagai antisipasi ketidakhusu
Yang paling
saya ingat selanjutnya, adalah bagaimana persiapan
dan langkah kita sebelum
sholat itu berpengaruh pada kualitas sholat kita. Kenapa dalam sholat Iedul Fitri misalnya, kita bisa khusu
dan gampang terharu?
Itu, katanya, karena kita sudah siap dari
seminggu sebelumnya, mukena dan sajadah dicuci bersih dan wangi, dari pagi
sudah bersiap dan mandi, terus setengah jam sebelum sholat mulai kita sudah
duduk manis di shaf sambil bertakbir. Itulah...Coba dibandingkan
dengan Shubuh kita yang kesiangan misalnya, masih ngantuk, wudhu
sembarangan, baju lecek dan belum ganti, ya, kebayang donk kualitas sholat kita?
Guys, mengapa Rosululloh SAW bisa all out ibadah di bulan Ramadhan?Itu karena sudah bersiap semenjak bulan Rajab aka dua bulan sebelum Ramadhan itu sendiri datang. Jadi, kebayang juga donk kualitas ibadahnya dengan kita yang dengan dengan santai bilang; “Oh besok sudah Ramadhan? Cepet ya?” Kebaca donk nanti outputnya
Selepas acara kajian itu, yang juga
ditutup dengan doa dan dzikir bersama yang menyentuh kalbu, batin saya merasa
lega. Ada beban
menghimpit yang hilang sepertinya. Ustadz
itu juga berhasil membuat saya menangis semenjak di tengah kajiannya-dan
semakin deras di bagian akhir.
Setidaknya sekarang saya menyimpan nafas baru. “Keping”
yang mungkin sudah layu dalam diri saya, seperti tersiram.
Terimakasih...semoga ridho Allah bersamamu Ustadz Chalil,
Saat ini,
inilah doa saya…
Komentar
Posting Komentar