Masalah Terbesar Perempuan Masa Kini: Bikin Alis



Gambar diambil di sini

Akhir Desember kemarin, adalah hari paling tidak produktif di seluruh dunia. Bayangkan, tanggal 23-26 Desember libur Natal. Masuk kerja tiga hari, libur lagi Tahun baru. Tiga hari. Benar-benar waktu yang pas untuk memalas dan menyusun agenda liburan. 

Bayangin angin semilir, pantai-gunung, vila-hotel bernuansa etnik, jalan-jalan dan beli oleh-oleh gak penting tapi bahagia. Kondisi yang sangat ideal. 

Kenyataannya buat saya? Jauh panggang dari api.


Saya justru harus ikhlas dan rela menghabiskan akhir tahun ini di Jakarta. Apalah daya. Cuti sudah diambil November kemarin. Isi tabungan lampu kuning (sebentar lagi merah). Pulang ke Kebumen aja ngirit? Sudah mahal banget, cenderung tidak ada kereta. Bis? Dulu katanya doyan banget nge-galau di bis sore-sore? Males ah, macet banget. Hehe…

Sudah diputuskan. Sudah ditegar-tegarkan iman. Sudah pula menyusun beberapa rencana indah agar tidak bosan-bosan banget di kostan. Beli novel baru (selesai dalam beberapa hari), lari keliling monas (resolusi 2016 yang dibawa sampai 20018 nanti), ngopi cantik (sekali saja demi keamanan dompet), makan enak (dua kali, juga untuk alasan yang sama), belanja  minimalis (Wkwk…bisakah ini?).

Realisasinya?

Alhamdulillah Ya Allah…. Paling di program kerja terakhir saja. Godaan diskon besar akhir tahun sungguh kejam Cyin !! Aku lemah iman.  Hihi…

Okelah, pada suatu malam yang sunyi di kosan, terbersitlah ide. Latihan ngalis (bikin alis, kalau dalam kamus KBBI). Hahaha…Iya, ini sungguh target pribadi yang tidak mudah direalisasikan.

Susah banget ya bikin alis? Ga seimbang.  Tebel sebelah. Kayak Shincan.  Kelihatan galak, dan keanehan-keanehan lain. Padahal, segala trik dan artikel sudah dibaca. Tips-tips kayak di Female Daily atau Sociolla, sudah juga dibaca. Hasilnya? O besar. (Saking putus asanya sampai ngambek, gak nambah perkakas. Cukup pensil alis saja. Wkwk)

Maka, daripada saya melakukan kejahatan (baca belanja), ngalis lebih banyak manfaat. Mungkin, saya menghabiskan waktu lebih dari satu jam malam itu. Ada dua orang teman saya di kostan yang mengalami nelangsa di akhir tahun kemarin ini. Saya meminta nasehat mereka juga.


Lukisan Terbaik yang Berani Launching

Apa mereka pakar ngalis?
Gak sama sekali. Dalam hal make-up, saya berani diadu (padahal 11-12). Wkwk…Meski begitu, saya tetap mengangkat mereka juga sebagai komentator dan juri.

Practise makes perfect, kata pepatah. Kata mereka, alis saya sudah lumayan bagus. Kemajuan dibandingkan alis-alis yang kemarin. Benerin lagi, hapus lagi, lukis lagi, sampai habis berlembar-lembar kapas. Dari alis, saya pun sudah merembet-rembet ke muka. Saya menambahkan eyeshadow, contouring dan blush-on. Lengkap kayak mau ngelenong. 

Kemudian, entah setan dari mana, saya selfi. Mana puas selfi sekali, ya kan? Setan makin jahat. Selfi tidak afdol tanpa dikirim. Dengan gagah berani, saya kirimkan ke dua teman saya. Teman dekat saya di Kebumen. Teman semenjak masa-masa jahiliyah di SMA.

Jawabannya? Sungguh membuat saya ingin pingsan dan masuk kandang semut. Teman saya yang pertama bilang jelek. Terlalu lebar dan tebal, katanya. Dari 11 tahun yang lalu, dia memang tipe teman idaman. Kritiknya disusun dengan S-P-O-K.  Santun dan tertata.  Cocok sama pekerjaannya sebagai birokrat. Oke, saya latihan lagi.

Teman saya yang kedua? Ngakunya, keturunan darah biru. Bapaknya Kyai Haji, sehingga dipanggil “Ning”.  Makan agama dan pesantren. Ibu dua anak.  Mendirikan madrasah di tanah kelahirannya. Kelakuannya? Kayak begini:
Saya (S): kece ya? (Sambal kirim beberapa foto terbaik)
Dia (D):  (Tanpa menunggu lama) Jelek, ketebelan. Kayak Shincan. Itu alismu kayak ular keket ditempelin di atas mata. Huahahaha…aku ngetik sambil ketawa cekakakan nih
S: (Defensif) Ah, masa sih? Kata anak-anak kostan, bagus kok
D: Halah…itu sih mereka enggak enak aja ngomongnya. Kamu tuh masih belum bisa ngalis. Harusnya tuh… (kuliah per-alisan 3 SKS)
S: (Sedikit mengakui tapi kesel sampai ubun-ubun) Buktiin kamu juga bisa dah. Kirim hasil lukisanmu. Ngomong doank emang gampang!!!!
Besoknya, dia mengirimkan  foto seperti yang saya minta.

Sekarang, giliran saya yang ketawa ngakak sampai sakit perut. Jelek banget. Bukannya makin cantik seperti Selebgram, mukanya makin jadi amburadul. Kacau. Dengan semangat  2018, saya juga mengutarakan makian yang lebih pedas dan sengak. Puas…dari ubun-ubun sampai ujung kuku

Gusti Allah…

Sesulit itukah menggambar alis dengan simetris dan arsiran yang pas? Bukankah Kau ciptakan alis hanya sejumput saja? Kenapa kami, kaum-kaum wanita (kurang kerjaan) ini begitu ribet dibuatnya? 

Bagaimana caranya? Haruskah kami membeli satu set peralatan membuat alis berharga ratusan ribu itu? Mestikah?
“Gak usah. Emang dasar ora biso. Gak due skill. Sudah bersyukur saja dengan pemberian Tuhan,” gaya sok bijaknya keluar.

Ya Allah, hamba tahu, ini hanyalah salah satu wujud dari rasa kurang bersyukur, bukan? Atau memang palette eye-brow itu banyak manfaatnya? Wkwk…












Komentar