Ketika Putra Mahkota Djarum, Rio Dewanto dan Menteri Kominfo Bertemu dalam Suatu Putaran Hari
Hari itu, saya sempat merasa akan menjadi orang paling beruntung dan bahagia. Kerja ditemani Rio Dewanto yang gantengnya overdosis. Di hari yang sama, saya mendengarkan paparan panjang dari Menteri Kominfo Rudiantara mengenai kesiapan Indonesia menghadapi kekurangan sumber daya manusia digital.
Martin B.Hartono, Sang Putra Mahkota Djarum yang Hobi Suntik Perusahaan Rintisan |
Pagi itu, saya terdampar pada keriuhan warganet mengenai film Hanum&Rangga: A Faith&The City dan A Man Called Ahok. Malesin. Diskusi cebong-kampret ini bahkan sudah melebar sampai kursi bioskop. Kemana lagi kita harus mencari hiburan setelah penat bekerja? KZL Akutuh.
Untungnya, saya menemukan postingan menghibur ini. Dulu, waktu baca review Mbak Teppy dan Mbak Goes mengenai Dilan 1990, saya lebih ngakak. Tapi yang ini, lebih dari cukup untuk menghibur pagi yang mendung-mendung manja. Cukup untuk membawa kembali semangat kerja, kerja, kerja seperti anjuran Bapak Jokowi. Hahaha...Ampun.
Hari itu, saya harus hadir di acara bertajuk GDP Ventures ICON 2018 di Hotel Indonesia Kempinsky. GDP Ventures, buat kamu yang belum tahu aja, adalah kendaraan investasi milik grup Djarum. GDP dipimpin oleh Martin B. Hartono sebagai CEO. Martin itu anak kedua keluarga Hartono dari Kudus, Jawa Tengah. Keluarga yang berada di posisi puncak orang terkaya Indonesia versi Forbes dan Bloomberg. Di pertengahan November, mengutip Bloomberg, kekayaan Djarum US$ 12 miliar atau sekitar Rp174 ribu triliun. Bisa ngitung jumlah nol-nya gaes? Haha...gausah bayangin lah ya.
Untungnya, saya menemukan postingan menghibur ini. Dulu, waktu baca review Mbak Teppy dan Mbak Goes mengenai Dilan 1990, saya lebih ngakak. Tapi yang ini, lebih dari cukup untuk menghibur pagi yang mendung-mendung manja. Cukup untuk membawa kembali semangat kerja, kerja, kerja seperti anjuran Bapak Jokowi. Hahaha...Ampun.
Hari itu, saya harus hadir di acara bertajuk GDP Ventures ICON 2018 di Hotel Indonesia Kempinsky. GDP Ventures, buat kamu yang belum tahu aja, adalah kendaraan investasi milik grup Djarum. GDP dipimpin oleh Martin B. Hartono sebagai CEO. Martin itu anak kedua keluarga Hartono dari Kudus, Jawa Tengah. Keluarga yang berada di posisi puncak orang terkaya Indonesia versi Forbes dan Bloomberg. Di pertengahan November, mengutip Bloomberg, kekayaan Djarum US$ 12 miliar atau sekitar Rp174 ribu triliun. Bisa ngitung jumlah nol-nya gaes? Haha...gausah bayangin lah ya.
Sebagai venture capital, GDP telah menyuntik dana pada berbagai usaha rintisan seperti Kumparan, Kurio, Beritagar (tempat saya mencari makan) dan Daily Social. Termasuk juga Kaskus dan Blibli. Apalagi? Aduh, banyak kayak isi keranjang saya di Shopee. Hihi...
GDP Ventures ICON 2018 ini acara apa? Acara seminar tentang situasi bisnis zaman now. Pembicaranya tentu saja level internasional. Siapa yang boleh ikut? Bebas asal bayar tiket masuknya, Rp2,5 juta per orang. Males yak ngebayangin bayarnya.
===
Acara ini dibuka dengan video pendek yang menampilkan Rio Dewanto. Ganteng? Pastinya. Gantengnya gak kurang meski terakhir, warganet menjulukinya mantu paling tabah karena memiliki Ratna Sarumpaet sebagai Ibu mertua. Rio, dalam video itu mewakili generasi milenial.
Ceritanya, Rio sedang berjalan-jalan di toko souvenir. Dia membayar belanjaannya melalui QR-Code dari ponselnya. Ternyata, dia ingin memberikannya sebagai oleh-oleh untuk istrinya Atikah. Jadi, dia mengirimkannya melalui Gojek. Kemudian, kamera menyorot Rio yang pergi naik GoCar. Ekonomi disrupsi, tidak lagi bawa mobil sendiri.
Video ditutup dengan Bang Rio yang bicara sesuatu dalam bahasa Inggris. Layar dan lampu kemudian mati sedetik. Saya masih terpana dengan kegantengannya di layar super besar itu ketika dia menjelma nyata di panggung.
"Teknologi mengubah sudut pandang dan cara kita melakukan banyak hal dalam hidup," dia semacam ngomong begitu, dalam bahasa Inggris.
WAH, saya langsung segar-bugar. Rio jadi MC nih, hati saya berbuncah. Pas lihat triller film Hanum&Rangga di Youtube, saya sebenarnya agak ilfeel. Kenapa dia mau jadi Rangga sih?
Namun, rasa itu menipis cenderung hilang setelah melihat Rio. Dia masih ganteng, meski udah jadi Bapak. Haha...#lemahiman.
Posting Foto Gendong Anak Begini Banyak di Instagramnya, Tetap Ganteng! Wkwk... |
Saya tahu. Sebenarnya, saya memang harus berhenti berharap pada keajaiban, too good to be true. Rio Dewanto benar-benar hadir di sana cuma untuk membuka acara. Ngomong paling banyak dua kalimat selama dua detik. Setelah itu, dia tidak nongol. MC-nya beda orang.
Hufth...
Orang kaya memang bebas. Datengin Rio cuma buat gimmick acara sekalipun.
===
Bankir Putra Mahkota yang Hari Itu Mirip Petugas Sidak Posyandu. Hihi...Ampun |
Martin Hartono membuka acara. Berpakaian batik panjang, dia bicara selama setidaknya sepuluh menit. 90% pakai bahasa Inggris kendati 90% juga audiencenya pasti lebih canggih menyerap informasi dalam bahasa Indonesia. Ini kegagalan komunikasi, kalau menurut Profesor komunikasi Em.Griffin dalam bukunya yang super tebal itu. Hahaha...STOP.
Gojek, kerapkali dituduh menjadi penyebab bagi kemunduran Blue Bird atau Express. Airbnb menjadi kompetitor besar bisnis hotel. Begitu juga dengan berbagai jenis fintek yang mendisrupsi perbankan.
"Bukan teknologi yang menjadi penyebab perubahan bisnis. Mindset (pola pikir). Apa yang kamu ingin lakukan untuk mengubah proses bisnis? Itu yang berubah dan menjadi hal paling penting," kata Martin.
Gojek, kerapkali dituduh menjadi penyebab bagi kemunduran Blue Bird atau Express. Airbnb menjadi kompetitor besar bisnis hotel. Begitu juga dengan berbagai jenis fintek yang mendisrupsi perbankan.
Apa pantas teknologi menjadi kambing hitam? Kalau kata pengamat bisnis Yuswohady, dua jenis bisnis ini pada akhirnya akan memiliki pangsa pasar yang berbeda
Armand W. Hartono, yang memegang kursi nomor-2 di bisnis keuangan Djarum, sepakat. Bukan teknologi, yang membuat banyak perusahaan tumbang dan tergantikan. "Saya percaya teknologi ada untuk memudahkan dan membantu," bijaknya.
Hari itu, saya cukup terkejut dengan penampilan si putra mahkota ini. Kalau mata saya tidak salah, saya satu lift dengannya. Tapi, saya hampir tidak mengenalinya. Ya ampun, dia datang pakai batik pendek warna biru, memakai kalung peserta dan menyandang tas. Lebih mirip PNS Kemenkes yang mau sidak Posyandu. Hahaha...
"Perubahan pola pikir itu yang melatarbelakangi GDP Venture. Kami membangun Blibli untuk memberikan pengalaman baru kepada masyarakat Indonesia mengenai ritel modern. Kami masuk ke Halodoc dengan alasan yang sama, memberikan pengalaman baru di bidang health care," lanjut Martin.
BISA AJA JUALAN
#ups
===
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara adalah bintang di acara itu, bagi saya tentu saja. Dia bicara fungsi dan peran pemerintah di era disrupsi. Membuang fungsi lama yang hanya berperan sebagai pembuat kebijakan (regulator) menjadi fasilitator dan akselerator bisnis.
"Saya lebih suka berada di seminar-seminar begini bersama pelaku bisnis. Mencari masukan," kata Bapak Menteri.
Panjang lebar dia bicara tentang apa yang sedang kementeriannya lakukan. Palapa Ring Barat dan Timur agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses internet. Dia juga membangun iklim kondusif bagi terciptanya program 1.000 startup. Kemkominfo juga fokus menyiapkan SDM berkualitas.
Startup adalah buah bibir dimana-mana. Pemain bisnis baru yang pada awalnya sering tidak dianggap, bukan siapa-siapa dan tidak bisa apa-apa. Anak Bawang. Namun, meminjam bahasanya Armand, bisnis mereka tumbuh secara eksponensial alih-alih linear. Mereka punya pola pikir yang baru dan solutif dalam menjalankan bisnis. Karena itu, mereka yang masih terus berpikir linear seperti Nokia atau Blackberry akan tergilas, pesan si Bapak Penyuluh Posyandu. Tapi tetap kece kok Pak! #ditebelin #garisbawah
"Saya bicara dengan unicorn properti Revolution Precasted dari Filipina dan meminta mereka membuka usahanya di sini. Saya carikan mitra lokalnya. Gantinya perlakuan yang sama untuk Gojek," sebut Rudi. Saya baru tahu, ekspansi Nadiem ke negaranya Arroyo ini memang tidak berjalan mulus ya.
Menteri Kominfo Rudiantara, Sang Bintang Siang Itu (BUKAN RIO DEWANTO) |
Di properti, kehadiran startup bisa membuat tukang bangunan pensiun dini. Teknologi printing 3-D akan membuat proses bangun rumah serupa membangun Candi Prambanan. Semalam. Tapi modalnya bukan cuma CINTA gaes, teknologi canggih dan terkini. Aduh, makanya kurang-kurangin nonton film Korea. Wkwkwk...
Tapi Si Bapak juga tahu diri. Kata McKinsey, SDM digital kita kalah saing dibandingkan India dan Tiongkok (dia-lagi-dia-lagi ya, masalah Indonesia). Setiap tahun, industri digital juga membutuhkan setidaknya 400 ribu tenaga kerja terampil di bidang digital. Kurang orang untuk bekerja profesional melakukan coding atau analisa data. Ke depan, ditambah masifnya penggunaan kecerdasan buatan, machine learning dan istilah apalah-apalah itu, kekurangan SDM ini bisa makin banyak.
Jadi gimana?
Oktober ini, dia membuat semacam pelatihan besar-besaran untuk memproduksi talenta digital. Pendidikannya setahun menggandeng perguruan tinggi dan perusahaan teknologi besar kayak Microsoft dan Facebook. Gratis dan dapat uang saku, pake tanda merah.
"Saya kemarin juga ketemu Jack Ma di Bali dan utarakan masalah ini. Tapi katanya, dia tidak mau kalau cuma setahun. Dia maunya pelatihan untuk kategori C level (tingkat menengah dan eksekutif). Prosesnya tiga tahun," lanjut dia.
Saya bangga dan terharu.
SUMPAH.
Beneran saya terharu dan terpana waktu dengar paparan Pak Rudi dan Pak Armand di sana. Saya sudah tidak ingat diPHP-in Rio sekalipun. Deretan orang-orang sukses, yang kata Dahlan Iskan, selalu memililki ciri-ciri positif. Mukanya bersinar, penuh senyuman, penuh optimisme dan ide menghadapi hari depan. Semangat ini ternyata menular dan menyerap kita dalam energi baik.
Beneran saya terharu dan terpana waktu dengar paparan Pak Rudi dan Pak Armand di sana. Saya sudah tidak ingat diPHP-in Rio sekalipun. Deretan orang-orang sukses, yang kata Dahlan Iskan, selalu memililki ciri-ciri positif. Mukanya bersinar, penuh senyuman, penuh optimisme dan ide menghadapi hari depan. Semangat ini ternyata menular dan menyerap kita dalam energi baik.
Menghadapi semua kekalahan dengan negara lain, kita melawan kok. Kita mengusahakan semua yang terbaik yang kita bisa. Yang paling maksimal.
Dan, marilah kita mencoba percaya nasehat paling bijak sepanjang sejarah.
Dan, marilah kita mencoba percaya nasehat paling bijak sepanjang sejarah.
"Tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai dalam semalam."
Atau pesan Imam Syafi'i:
"Berlelahlah, manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang."
NAMUN
Alarm di kuping kiri terus berdenging diantara haru dan optimisme.
Enggak berhenti.
Saya bertanya pada diri sendiri,
Negara ini dimana di tengah revolusi industri 4.0 itu? Akan menjadi apa? Dengan penduduk yang mencapai 250 juta itu, apakah kita hanya akan jadi pasar? Pasar dalam segala hal: dari pasar bahan baku, tenaga kerja sampai hasil jasa dan produksi.
Kenapa semua langkah pemerintah hanya menyiapkan tenaga kerja terampil bagi industri? Apakah pemerintah atau investor pemilik dana miliaran Dollar itu sudah memutuskan, bahwa satu-satunya hal yang bisa dijual hanya tenaga kerja murah? Yang juga dapat menjadi semacam tempat sampah bagi hasil produksi?
Kita dimana? Pengusaha-pengusaha kita akan melakukan apa dalam persaingan bebas masa mendatang? Apakah UMKM dan UKM yang kecil-kecil itu akan mendapat perlakuan dan perlindungan yang sama dari pemerintah?
Kita dimana? Pengusaha-pengusaha kita akan melakukan apa dalam persaingan bebas masa mendatang? Apakah UMKM dan UKM yang kecil-kecil itu akan mendapat perlakuan dan perlindungan yang sama dari pemerintah?
Bagaimana dengan upaya mengisi kekosongan industri yang katanya bolong di tengah itu? Bagaimana kita menyelesaikan PR tentang memberikan nilai tambah bagi produk dan jasa pengusaha kita itu? Bagaimana dengan proses inovasi dan kreasi agar tidak terus kalah bersaing?
Ah, kenapa jadi lebih banyak tanda tanya begini?
Dan, kemudian, saya mendadak jadi murung dan pesimis begini.
Rio Dewanto... kamu dimana?
Gara-gara kamu nih!!
Komentar
Posting Komentar