Barcode BPOM, The Ordinary Masih BISA Palsu

Selain semua hal mengenai Hospital Playlist yang sedang menarik perhatian, aku mengisi waktu luangku (yang banyak) dengan mempelajari seluk-beluk The Ordinary. Terutama karena butuh perenungan khusus untuk bisa membedakan The Ordinary asli dan palsu. 

The Ordinary Asli-Palsu
Tampilan kardus dan kemasan The Ordinary Asli dan Palsu
Sebelah kiri ternyata palsu. Perhatikan bagian kemasannya yang ajaib



Dua hal ini, cocok digunaka untuk melupakan segala penat dan pikiran membaca angka penambahan pasien positif, dan sebangsanya. Dan bagaimana pemerintah memberi respon yang embuh banget lewat kebijakannya.

Apalagi  ditambah dengan angka pergerakan saham di papan bursa yang begitu saja. Teori atau rumus trading dan investasi ngasal gaya apapun, BABLAS. Haha


Mengapa Hospital Playlist dan The Ordinary? 

Hospital Playlist karena kehangatan, kekreatifan dan kerapihan sutradara dan writer-nim yang sungguh patut diacungi lima jempol. Drama korea ini bahkan memecahkan prinsipku sendiri. "Enggak bakalan nonton drama yang masih tayang (on-going) di Korea, PENASARAN membuat hidup tidak tenang."

Drama ini menyenangkan sekali. Humor, simpati dan empatinya terasa pas dan menyenangkan. Aku udah menyiapkan draft tulisan soal drama ini juga. Tapi belum selesai. Haha...

Mengapa The Ordinary? Tidak ada alasan pasti kenapa saya memilih The Ordinary. Terakhir, saya hanya merasa ghirah skincare saya kembali muncul. "Muka kayak kusam dan ga rata banget nih. Saatnya jajan skincare dan racun warna-warni," janji saya. 

The Ordinary dengan berbagai variannya paling pas di hati. Terutama karena mereka yang pertama mengeluarkan berbagai serum dengan kandungan aktif seperti Niaciamide, Alpha Arbutin, Retinol, dan Glycolid Acid, yang sedang hype. Harganya pun relatif masih akal dibandingkan dewa skincare dari Jepang: SKII.  

Saya  rutin mencari berbagai artikel dan video di Youtube. Dari menyenangkan sampai agak memusingkan. Ada beberapa review yang memberikan pengetahuan yang paripurna. Mereka sampai jelasin bagaimana struktur kimia dan efeknya di kulit. Hati-hati juga ya, karena banyak The Ordinary palsu berkeliaran di sini, pesan mereka. 
"Produk palsu pasti harganya lebih murah dibandingkan asli. Bisalah, saya bedakan," batinku sok pede.

Pertama, saya membeli Hyaluronic Acid dan merasakan kulit muka lebih lembab. Memang, masalah utama saya adalah jenis kulit yang cenderung kering sehingga terlihat kusam. Hyaluronic Acid yang merupakan turunan B3 menjadi salah satu solusi.

Masalah kedua saya dalam per-skincare-an, adalah tidak istiqomah. Pengen gonta-ganti karena mudah tergoda iklan. Berhenti menggunakan Hyaluronic Acid setelah habis satu botol serum, saya membeli Niaciamide 10%+Zinc dan Glycolic Acid 7% dari sebuah marketplace. Dua produk serum dan exfoliator toner ini adalah salah satu produk best sellernya The Ordinary. Niaciamide juga sedang populer sebagai salah satu bahan aktif yang bermanfaat untuk meningkatkan skin barrier dan menghilangkan noda hitam. 

Dua minggu memakai rutin, saya merasa muka saya membaik. Kalau pagi hari, mukanya terasa halus dan lebih lembab. Happy banget!

Sambil terus menambah pengetahuan per-Ordinary-an, tentu saja jiwa serakah dan tamak saya keluar. Saya pengen melakukan layering serum untuk memaksimalkan hasil. Ngeri ya, industri kecantikan? Kita dipaksa untuk mempercayai bahwa satu serum saja tidak cukup. Butuh dua sampai tiga serum. Belum toner, essence, moisturizer, dan lainnya. 

Ah, industri kosmetik benar-benar memperdaya dan mempermainkan kita. Pas banget, kaya tulisan saya soal Wardah hampir tiga tahun lalu. 

Parahnya, saya percaya pada akal-akalan industri. 
Haha...

Kali kedua, sasaran saya adalah Alpha Arbutin 2%+Ha, (AA). Serumnya, konon, dapat menjadi booster Niacimide. Saya juga merasa harus menambah dark spot serumnya AXIS-Y dan beberapa produk korea lain. Luar biasa sekali, ya?

Dua toko di marketplace langganan, tidak menyediakan AZIS-Y dan beberapa item incaran. Karenanya, saya pindah toko yang menyediakan semuanya. Ketemu satu toko dengan predikat star seller, review bagus, dan harga masuk akal.

Selain tiga alasan itu, dia juga membuka offline store di kawasan padat mahasiswa di Yogyakarta. Harga produk The Ordinary di tokonya, lebih murah sekira Rp20ribu. 

Begini SS obrolan dengan admin, yang sepertinya ramah.
Kalau dicek di BPOM, kamu akan menemukan produk AA The Ordinary 


Sebelum membeli, saya nge-chat admin. Memintanya mengirim gambar berisi barcode produk di bawah kardus, saya sudah siap kalau dia bakal ngamuk. Ternyata, ketakutan saya berlebihan karena dia  mengirimkannya. Saya cek di situs BPOM, aman.

BAYAR!


Begitu datang, tentu saja saya segera mencobanya. Kesan pertama menggunakan serum AA, saya memag langsung bisa merasakan perbedaan. Kekentalan-nya berbeda. AA lebih cair dibandingkan Niaciamide. Kedua, bila diaplikasikan ke muka, AA lebih lengket dan butuh waktu lebih lama untuk meresap ke kulit. Setelah digunakan, saya juga sempat merasakan sedikit rasa perih di muka. 

Keraguan saya, juga di bagian pipet. Bila ingin dikeluarkan, pipet AA menghasilkan banyak gelembung. Saya kerap harus menekan dua kali untuk menghasilkan 2-3 tetes sekali pemakaian. Hal ini tidak terjadi pada Niaciamide. 

Dilihat lebih dekat, saya juga baru memastikan kalau dua jenis botol ini berbeda. Lihat saja gambarnya. Jenis dan ukuran font-nya berbeda. Penempatan tagline juga berbeda satu sama lain. Perhatikan foto di bagian judul. 

Kiri, Niaciamide The Ordinary yang asli.
Kanan, AA The Ordinary yang palsu, ada satu bagian di kardus dengan huruf kanji


Tampilan AA di kardus dan kemasan berbeda. Ada huruf kanji di produk AA The Ordinary tetapi tidak ada di kardus. Sementara di The Niaciamide, tulisan di kardus dan kemasan, sama persis. Begitu juga dengan tampilan kardus bagian sampingnya. 



Salah satu konten review di Youtube yang memberikan tips dengan jelas


Seminggu pertama pakai, saya tidak mencampurkan serum AA dengan produk serum lain. Tiga hari pertama, saya merasa kulit di bagian dekat bibir sedikit kering. Efek perih yang saya rasakan pada pemakaian awal, sudah tidak ada lagi. Saya tetap memakainya rutin di pagi dan malam (Kecuali pas malas mandi pagi, karena toh bekerja dari rumah saja. Haha...)

Karena masih kepo pada keasliannya, saya terus mencari tahu dan melakukan perbandingan. Berpikir, berpikir, dan berpikir maka aku ada, kata Descrates.

Kemudian, momen EUREKA saya muncul dalam satu malam. Saya memastikan kalau AA yang saya beli ini pasti palsu.  Seharusnya, bahkan saya tidak perlu mengakses banyak informasi untuk memastikannya. 

Oh ya, saya juga mengunggah satu IG story dengan satu pertanyaan, "Kanan-atau kiri yang palsu?" Hasilnya, persentase yang memilih keduanya hampir sama. Jadi, dalam hal ini, banyak juga dari mereka yang harus memasuki kelas literasi skincare. Hohoho...

Kenapa The Ordinary, produk Inggris, tapi mencantumkan informasi dalam huruf China? FATAL BANGET. WHY oh WHY? Kelihatan banget, kan? 

Kenapa kadang gue mempersulit hidup yang sebenarnya begini mudah? Wkwk...

The Ordinary Asli-Palsu
The Ordinary Asli-Palsu, tampak samping.
Terlihat beda banget, dalam sekali lihat kan?
Bagian kanan ada tulisan China 😬 


Setelah akhirnya yakin, saya ketawa. 
LUARBIASA ya negeri tirai bambu itu? Mereka bisa meniru produk Eropa dengan sangat mirip. Cuma kenapa masih dikasih tulisan China, sih? Tanpa tulisan itu kan, saya bisa berpikir lebih lama.

Kendati yakin, saya urung melaporkannya ke penjual. Entah kenapa, saya justru berpikir baik. Dia tidak tahu, kalau The Ordinary yang dia jual adalah palsu. Meski begitu, saya sudah cek. Produk lain yang saya beli di toko ini, semuanya asli. Kamu, tidak usah japri atau DM saya di Instagram, toko yang mana. Sudah, biar saya saja yang block. Hahaha... 

Kapok, pakai The Ordinary? 

Gak. Iya, saya memang suka bertindak bodoh. Sering mengulang sesuatu yang keliru. Saya masih ingin menggunakan produk The Ordinary yang lain. Terutama karena saya punya feeling, produk The Ordinary bagus dan akan memiliki efek yang signifikan di wajah saya. 

Tidak ada tips khusus dari saya untuk membedakan produk The Ordinary yang palsu. Apalagi kalau kamu membelinya secara online. Asli dan palsu baru bisa saya bedakan setelah merasakan perbedaannya langsung. Sertifikat BPOM untuk beberapa produk The Ordinary di Indonesia, sepertinya, diajukan oleh seorang distributor resmi. Cek saja di BPOM dan Shopee. Dia menjual produk-produknya di sana. Enggak usah disebutkan, silahkan mencari sendiri.  ^_^

Ke depan, saya mungkin akan membeli ke mereka saja. Ini pelajaran penting bagi saya. Khususnya untuk semakin sering membuka laman review para beauty blogger dan pelapak online. Mengurutkan mana-mana saja produk yang harus dicoba dan dibeli. Dan darimana membelinya. 


Hahahaha....
Tetap aman dan sehat, and glowing always!

UPDATE

Saya tambah keterangan setelah satu minggu penayangan unggahan. Seminggu terakhir, saya hanya menggunakan serum Niaciamide yang asli dari The Ordinary. Alpha Arbutinnya saya tinggalkan sementara. Hasilnya di muka saya benar-benar baik. Kulit muka saya sepertinya membaik dari sisi tekstur dan lembut. Terutama di pagi hari setelah pemakaian semalam. Tentu, masih saya tambah dengan moisturizer. Meskipun belum terlallu kelihatan, saya juga merasakan hal yang sama dengan noda hitam karena bekas jerawat. 

Ciayo...aku suka Anda, The Ordinary.






















Komentar

  1. Bahkan Xiaomi pun produk asli China dipalsuin bahahaha. Penuh tirai emang ni negeri tirai bambu.

    BalasHapus

Posting Komentar