Lagarde ke Jakarta; Bagaimana Menghadapi Pembiayaan Infrastruktur
Semenjak menjadi wartawan ekonomi empat tahun lalu, nama Christine Lagarde
menjadi nama yang kerap mondar-mandir di telinga. Sosoknya sepintas, anggun,
sederhana, pintar, khas akademisi. Kalau dia ngomong sesuatu, headline dimana-mana. Pemegang kebijakan
dan stakeholdernya langsung pasang
kuda-kuda. Ini bagian gue, minta tanggapan mereka semua dan kebijakan apa yang
akan dilakukan ke depan. She is Madam Lagarde, Managing Director International
Monetary Fund (IMF).
Dan hari ini, ketika aku nulis ini, dia sekarang ada di Jakarta. Kemarin,
dia ketemu Mr President di Istana Negara dan juga memberikan kuliah umum di UI.
Hari ini, dia membuka dan menjadi pembicara di seminar BI berjudul The Future
of Asia’s Finance. Di hari kedua ini, aku bisa datang. Berdandan dan datang khusus
untuk melihat dan mendengarkan langsung Sang Perempuan hebat berambut putih
itu.
Madam Lagarde pas ngisi kuliah luar biasa di FEUI, kemarin (Foto: Tempo.co) |
Di seminar ini, Agus Martowardojo sebagai tuan rumah, memberikan sambutan
pertama. Baru kemudian Madam Lagarde itu. Speechnya lengkapnya itu, bisa kalian
liat di sini; Lagarde Speech at BI.
Bener2 update IMF kayak berita di online sebelah. Soalnya bener-bener dia kelar
bicara, speechnya naik di web IMF.
Layaknya sambutan pejabat2 pemerintahan di seluruh dunia, kata2 Lagarde
di sini, aku yakin juga bersayap. Maksudnya bisa beraneka macam arti. Setiap
pihak, bebas menginterpretasikan, termasuk gue ya.
Sebagai wartawan ekonomi, omongan Lagarde selama sekitar setengah jam
tadi itu pengulangan. Haha…gayak banget. Namun, gue ngerasa di forum ini,
pemerintah dan BI selama ini didukung banget sama IMF.
“Saya tahu, yang saat ini duduk di sini adalah pemangku kebijakan dan juga pelaku ekonomi yang sangat tahu dan memiliki banyak pengalaman di dua krisis, 2008 dan 2013. Terhadap apa yang terjadi di perekonomian global saat ini, saya yakin mereka sudah melakukan banyak hal,” kata bu Lagarde.
Dia bilang, ke depan, pemerintah di emerging market itu memang harus
terus menjaga stabilitas fiskal dan moneter yang ketat, menekan laju kredit, melihat
stabilisasi nilai tukar dan utang luar negeri serta melakukan pengawasan
terhadap sistem keuangan. Nah, jadi, siapa yang kemarin bilang kalau langkah BI
yang terus menahan suku bunga acuan di posisi 6,5% itu salah? Enggak ada, bener
kata IMF. Kebijakan moneter ketat kalo bahasa kerennya. Haha.. Lagarde enggak
bilang gimana perang suku bunga itu sudah berlangsung di beberapa negara. Atau
bagaimana menumbuhkan sector UMKM kalau suku bunga tinggi sementara ekonomi
benar2 sudah melambat. Hihi…
Agus Marto tau itu semua. Mantan Dirut Mandiri itu bilang kalau dia
pontang2 ngejagain biar inflasi tetap di rentang 4%, defisit transaksi berjalan
enggak makin lebar, dan nilai tukar rupiah gak babak belur dihajar spekulan. Di
tengah sembrononya pemerintah China, turunnya ekspor, dan juga galaunya The Fed,
posisi BI itu maju mundur kena. Tapi pemerintah udah punya jurus jitu buat
ngatasin ini.
Bangun infrastruktur.
Agus yakin, kalau infrastruktur digeber, pertumbuhan ekonomi pasti
meroket. Jadi, kata dia, Indonesia mau bangun seratus bandara, seribu
pelabuhan, ratusan kilometer jalan tol, dan sebagainya dan semuanya. Namun,
dananya enggak ada, belum cukup. Nah, gimana ini caranya? Kita bareng-bareng
mesti putar otak. Gimana caranya ngajakin swasta-khususnya asing- biar rela
bangun jalan buat kita? Kalau cari pinjeman, ke siapa dan bayarnya gimana?
Soalnya, buat bangun infrastruktur kayak pembangkit listrik gitu, balik
modalnya aja bisa puluhan tahun. Kalau begitu, otak kita pasti pusing duluan
mikir, terus kapan untungnya? Di lain pihak, bank Indonesia sebagian besar beraninya
masih minjemin masyarakatnya buat beli mobil (yang kelar dalam 5tahun), kartu
kredit atau rumah petak. Hiks…
Madam rambut putih, punya empat trik jitu, katanya. Inovasi, integrasi,
infrastruktur dan inklusi. Pemerintah mesti merancang ramuan, gimana caranya
membuat sektor keuangan makin dalam (financial
market deepening) agar banyak lembaga keuangan bisa masuk, tapi sekaligus
mastiin kalau stabilitasnya terjaga dan terhubung.
Yang paling spektakuler terntunya soal inklusi keuangan. Lagarde pesen,
supaya pemerintah ngajakin masyarakat yang belum kenal bank (unbankable) buat bangun
infrastruktur, khususnya perempuan.
Soalnya, dari mereka2 ini, pemerintah bisa dapetin dana murah yang besar.
Kenya, dia contohin, adalah salah satu contoh negara yang sukses kembangin
inklusi keuangan. Dia menyebut inklusi keuangan itu; Enabling the Next Miracle. SUPER! Ladies, lets help our country!
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, malah curhat. Dia bilang, nyari
dana itu perkara mudah. Tahun depan, Indonesia mau bikin lembaga ala2 ADB;
Indonesian Development Bank. Jadi lembaga itu yang nanti akan nyari dan kelola
dana untuk bangun infrastruktur. Ngomong soal infrastruktur, di Indonesia lebih
sering kepentok di pembebasan lahan dan juga skema dan aplikasi terbaik soal
konsep Public Private Partnership (PPP).
Setelah dapat investor, kadang proyek lama bangunnya, makanya infrastruktur
dasarnya harus dibangun pemerintah lewat APBN dulu. Bambang yang sebelumnya
pernah jadi wakil menterinya Pak Agus ini, juga bilang kalau mentalitas siapa
yang jadi bos di PPP ini juga sering menjadi masalah.
Andrew Sheng dari University of Hongkong juga ngomong bagus soal PPP ini.
PPP, menjadi sangat kasuistik di beberapa negara. Maksudnya, pengalaman sukses PPP di suatu
negara tidak bisa menjadi acuan di negara
lainnya. Kondisi dan kulturnya bisa beda banget sehingga pemerintah meski
benar-benar meres otak, gimana biar konsep PPP ini bisa berjalan.
Di Indonesia,gue yakin masalahnya akan lebih banyak. Bukan berarti solusi
masalah ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami, tapi pasti butuh waktu.
Tapi setidaknya, langkah pertama yang paling susah sudah mulai bergulir.
Tiga bulan lalu, gue nulis kalau DPR dan Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan (FKSSK) baru akan bahas RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan
(UUJPSK) tahun depan. Namun, sekarang, melihat penting dan mendesaknya
penanganan krisis yang bisa datang layaknya badai, pembahasannya dipercepat.
Akhir September dijadwalkan udah masuk paripurna.
Bagaimana memperdalam pasar keuangan juga sepertinya terus dibahas. Di
saham, produk2 derivatife siap diluncurkan. Bagaimana membuat struktur
pendanaan jangka panjang di perbankan itu yang sepertinya masih harus dicarikan
solusi. Daftar panjang penerima insentif pajak juga serius ditulis pemerintah.
Semoga kita akan dapat melihat Indonesia yang lebih baik ke depan.
Komentar
Posting Komentar