M-O-R-F-I-N



Hariku sekarang berjalan lambat. Seperti mesin produksi yang dinyalakan setiap pagi dan dimatikan ketika jam kerja berakhir. Mungkin aku butuh morfin, agar ada sedikit sensasi “ngefly” syukur kalau jadi kecanduan. Kecanduan pada sesuatu, pada apapun, setidaknya, itu lebih baik dibandingkan tidak punya hasrat pada apapun. Pada sesuatu pun.

Jadi seperti hari ini, aku bangun pagi. Pipis dan tidur lagi. Kamar kosku yang memang hanya berukuran 2x2 meter itu terasa semakin melesak. Semakin tidak memiliki ruang, bahkan untuk bergerak lebih lebar.
Dan apa sih yang terlintas di pikiranmu setiap pagi hari? Ketika kesadaran pertama menyergap. Ketika sinar matahari dengan sembrononya menyelinap –dan bahkan masuk- di kamarmu? Kamar yang kau desain sedemikian rupa agar gelap total saat kau tidur. Iya, kalau aku tidur, kamarku harus gelap. Dalam gelap total menjelang tidur, aku merasa diriku menjadi sesuatu yang bebas. Bebas memikirkan apapun, bebas ngapa-ngapain. Telanjang sekalipun, hanya diam dan rebahan, nangis dalam diam, ngayal, atau cuma ngitung 1-10 dan kemudian tidur. Sesenengku…wes pokoke bebas.

Maka, kegelapan dalam kamar itu hukumnya wajib kalau malam. Kalau keadaan ini diganggu atau tidak ada, biasanya moodku jadi jelek dan berantakan. Walaupun tidak ada yang salah dengan kualitas tidurku.
Belakangan ini, kepadatan anggota kosanku membuat suasana menjelang tidur itu sedikit terganggu. Bukan, bukan soal kelakuan anak-anaknya. Mereka ok. Itu keniscayaan aja, makin rame dan makin kenal, maka suasanya semakin cair. Itu membuat suasana malam kami masih rame meski malam sudah mengigit. Itu berarti, waktu ku untuk sendiri dalam gelap, makin lama dan sedikit.

Argh…aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku sekarang. Aku butuh ruang gelapku semakin lama, semakin banyak, semakin intens. Aku bosan dengan terik matahari, aku benci siang hari dan keramaian. Aku sirik dengan mereka yang selalu berlari menyongsong apapun di tengah terik, benci dengan sorot mata penuh kegigigihan. Iri dengan seseorang yang rela melakukan apapun, kerja keras banting tulang, untuk merealisasikan apa yang mereka sebut “MIMPI”

Aku hanya ingin di sini, sendirian, di pojok ruangku. Dalam gelap. Tidak melakukan apapun. Dan membiarkan semua yang ada di belahan dunia ini berputar. Biarkan saja.

Komentar