Gedung Baru Perpustakaan Nasional sebagai Co-Working Space


Beberapa hari ini, saya terdampar di Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Gambir, Jakarta Pusat. Lagi dan lagi. Bukan pinjam buku. Topik postingan ini justru, melihat nilai tambah perpustakaan selain akses buku. Haha... kayak judul skripsi.


Perpusnas Baru di Depan Monas
Jangan Lupa Bergaya Seperti Ini, Kalau ke Perpusnas. Hehe...

Apa nilai tambahnya? Bagi saya, Perpusnas prestisius tepat di depan Monumen Nasional (Monas) itu, adalah co-working space. Bangunan yang diklaim sebagai perpustakaan tertinggi di dunia itu asoy banget. Ada apa saja di bangunan setinggi 24 lantai ini? Googling deh, soalnya saya sendiri belum pernah keliling semua lantai. Wkwk...

Meski begitu, saya memberi Perpusnas bintang lima. Kalau kamu membutuhkan tempat belajar, membaca, menulis, diskusi atau cuma galau serta menenangkan diri, Perpusnas bisa menjadi alternatif. Apa keunggulannya dibanding kafe atau tempat kerja yang lain? Sederhana saja dalam pandangan kaum sudra seperti saya. Gratis. Kalaupun harus keluar uang untuk makan dan jajan, harganya  masuk akal. Hehe... #kapitalis #gakjauhdariduit




↦↦↤↤

Karya Artistik di Perpusnas

Suguhan Menarik Sebelum Masuk Perpusnas

Perpusnas Buka 09.00-18.00

Museum Depan PerpusnasKarya Seni Artistik Tinggi (ehm) Lobby Perpusnas


Seorang teman, belakangan terus mendorong saya untuk mendandani blog. "Beli domain lah, Rp100 ribu saja setahun. Terus gini, gitu" sarannya. Dia juga suka melirik blog ini dan memberi kritik. Pedes. Haha...boleh saja sih, bebas. Menanggapinya, saya enteng saja seperti CEO yang perusahaannya dirundung kasus. Jawab diplomatis, ketawain atau ngeles. (puas)

Saya juga janji mau latihan nulis dan belajar ilmu blogging dulu yang serius. Ya kalau sudah beli domain terus mati suri lagi kan malu. Lha wong saya nambah follower aja gak bisa-bisa ini? Haha...

Terdorong janji itu, kerjaan saya kalau sedang mengalami writers block (saya penulis bukan, sih?) nambah. Biasanya aplikasi perambah saya berkutat antara media sosial, chating, e-commerce, artis korea serta make-up. Beberapa laman media daring biar kelihatan update. Belakangan makin random. Saya suka melirik beberapa blog yang berisi tutorial otak-atik blog. Tapi ah, susah dan jlimet ya? Apalagi kalau pakai kode-kode HTML. Sepet.

Saya patah arang dan pusing. Penulis yang baik adalah pembaca yang baik, kata Eka Kurniawan kemarin. (Calon) penulis blog yang baik -kayak saya- pastilah juga pembaca yang zuper baik. Ya gak? Karena itu, saya memilih lebih intens mengunjungi blog.

Dari mereka, saya tahu ini namanya blog-walking. Ini ternyata juga penting untuk mengangkat domain authority (DA). Tulisan ini sungguh kece sekali. Tapi bagi saya, pelajaran ini seperti Fisika yang diajarkan ke anak TK. Ketinggian.


Lobby Perpusnas Depan Monas
Foto Depan Rak Buku di Lobby Juga Wajib ya Hukumnya. Hihi...

Soal blog ini, saya gak pasang target apapun. Dipikir lagi, dari blog walking, saya cuma ingin mencontoh gaya penulisan review. Selama ini, sudah sering nulis gaya soft-selling untuk laman sebelah. Tapi masih sering dibilang kurang berdampak pada penjualan. Hihi...curhat.

⇉⇉⇇⇇


Apa itu co-working space? Ruang bersama yang digunakan untuk individu yang berbeda latar belakang pekerjaan atau bisnis. Milenial atau generasi Z- yang katanya lebih suka belanja pengalaman- harus mencoba kerja dari sana. Cozy, kece. Meski begitu, kerja dari co-working space mahal. Biaya sewa sehari minimal Rp50ribu. Kopi segelas sih di kafe, tapi kalau setiap hari ya boros. Hehe...

Selain ruang kerja, co-working space biasanya menawarkan suasana yang lebih nyaman, kesempatan bertemu orang baru, minuman (dan kadang cemilan), printer dan tentu saja akses internet yang stabil.

Perpusnas ini diresmikan akhir tahun lalu oleh Presiden. Saya ke sana awal tahun. Waktu itu, saya langsung naik ke lantai-24, yang paling tinggi. Ada tempat ngetik yang enak dan sepi. Kalau mau narsis, pemandangannya juga kece. Monas. Tapi lantai ini jauh dari mana-mana. Saya kurang suka.

Mau coba kerja di Perpusnas? Ini catatan saya:

Setelah masuk lobby, kamu harus menitip tas di penitipan yang ada di sebelah kanan pintu masuk. Sebenarnya, ini agak menjengkelkan buat saya. Kenapa? Harus bongkar semua isi tas. Semua printilan seperti charger, headset, uang dan hand-body (karena kulit saya ekstra kering) harus dipindahkan ke tas khusus. Belum kalau pengunjung banyak dan tas habis. Tenteng.

Kadang, saya -yang manipulatif dan curang- langsung naik melalui eskalator. Sepertinya, kalau naik lift langsung dari lantai B1 atau B2 juga bisa.  Hihi...jangan ditiru ya. Karena kelakuan ini, saya pernah ketahuan satpam yang jaga di dekat lift. Suruh balik lagi ke lantai dasar untuk titip tas. Lagian, sudah ada fasilitas bagus sama pemerintah masih gak nurut. Heran.

Belum jadi anggota? Daftar keanggotaan Perpusnas ada di lantai-2. Pastinya gratis. Dulu saya sudah punya kartunya. Namun, ia hilang bersama dompet yang dicuri si tangan panjang. Perpusnas meminta saya membawa surat kehilangan dari kantor kepolisian. Akhirnya, saya nekat mendaftar sebagai pengunjung baru. Beres. Server datanya belum diolah pake bigdata analysis. Hehehe...

Lantai favorit saya untuk bekerja adalah lantai 4 dan 6. Kenapa? Lantai empat ada kantinnya (tentu saja). Kantinnya bersih dan nyaman, seperti food court mall. Sayang, menunya kurang komplit kayak di food print Grand Indonesia. Haha...


Kantin di Perpusnas Gambir Bersih dan Murah
Ini Dia Suasana Kantinnya ketika Sore Menjelang. Sepi

Menunya ada nasi sayur ala warteg, bakso, soto, gado-gado, snack dan jus. Rasanya lumayan dan yang terpenting, harganya masuk akal. Semangkuk bakso cukup Rp15 ribu. Di koperasi juga disediakan air panas untuk menyeduh PopMie dan kopi. Di sudut kantin, ada stop-kontak untuk menambah daya smartphone atau komputer jinjing. Oh ya, di lobby lantai-1 juga ada kafe. Tapi saya belum pernah mencoba.

Kantin adalah tempat mengisi perut. Jadi, suasanya ramai. Mereka yang bergerombol (Eaa...ketahuan saya sendirian) sering ngobrol sambil makan. Berisik. Kalau mau kerja, saya biasanya menghindari ke kantin di jam makan siang sampai setidaknya pukul 14.00 WIB.

Di seberang kantin, ada ruang pameran. Di sana ada beberapa sofa. Pengisi daya listrik ada di sudut. Nyaman. Kalau ramai dan butuh charge, ngemper saja di lantai. Tidak ada yang negur kayak di hotel-hotel bintang lima (pengalaman ya Gin?) Bawa selimut kadang perlu, soalnya lama-lama dingin. Haha...

Karena saya tipe yang malas gerak kalau sudah PW, lantai-6 juga jadi favorit. Ada Masjid Nurul Ilmi. Bersih dan nyaman banget. Saya berdoa khusyuk agar kebersihan masjid ini bertahan selamanya, bukan saja bangunan baru. Saya beberapa kali melewatkan sholat Dhuhur sampai Magrib, jamaah. Alhamdu...lillah. 

 

Masjid Bersih dan Nyaman di Perpusnas

Masjid ada di Lanti-6 Perpusnas

Masjid Nurul Ilmi Tampak Dalam Masjid


Ngetiknya di masjid? Enggak. Di seberangnya, dekat kamar mandi. Ada satu-set sofa warna coklat. Luar biasa nyaman untuk browsing, ngetik sampai tidur (soalnya ada bantalnya). Sofa ini sepertinya berfungsi untuk menunggu tamu. Cuek saja duduk di situ, kosong. Seret meja kecilnya untuk meletakkan komputer. Pengisi daya listrik ada di belakang kursi panjang. Hafal kayak di rumah sendiri ya?


Tempat Favorit di Perpusnas di Lantai-6
Sudut Favorit di Lantai-6, Seberang Masjid

Sudah itu saja? Apa lagi?


Toilet. Ada di setiap lantai. Kering dan bersih. Tisu juga selalu tersedia. Pokoknya, Perpusnas, I Love You. Terima Kasih Bapak Jokowi, dilanjutkan dua periode. (Eh, bukan. Ini kebablasan. Wkwk..)


Toilet Nyaman di Perpusnas
Toilet Bersih yang Ada di Setiap Lantai. Bisa buat Swafoto

Jaringan internet yang cukup stabil di seluruh lantai. Lumayan lah, untuk tempat gratisan dan nyaman seperti ini.

Jam buka yang cukup panjang, dari jam 08.30-18.00 WIB di hari kerja. Kalau Sabtu dan Minggu buka sampai 16.00 WIB (kecuali ada acara bisa sampai Magrib). Kadang merasa kurang sih, soalnya pernah baru mood nulis sore hari. Kalau bisa dibuat seperti Starbucks depan Sarinah yang buka 24 jam itu, saya makin happy. Hehe...

Di lobby, beberapa koran dan majalah juga lumayan lengkap dan baru.
Kompas, Republika, Jakarta Post serta Koran Jakarta tersedia. Beberapa majalah seperti Tempo dan SWA juga ada.


Perpusnas Tertinggi di Dunia
Lift dan Pemandangannya
↦↦↤↤

Dari blog-walking, saya belajar. Konsistensi adalah yang utama dan pertama. Setelah itu konten. Content is the king, katanya. Ketiga dan selanjutnya adalah tentang permainan. Mengetahui bagaimana algoritma google bekerja dalam pemeringkatan. Bagaimana memanjakan mata dan minat kalian untuk balik dan setia pada halaman ini. Serta tentu saja yang dilakukan semua orang di dunia maya, pencitraan.



Tempat Hitz di Kebumen
Kafe di Kota Kecil Kebumen juga Sudah Menawarkan Sudut Ciamik Begini.

Hadir secara digital menjadi kewajiban. Upload-lah maka kamu ada.  Apa yang ada di dunia nyata HARUS ada dan dibawa ke dunia maya. Atau sebaliknya? Dunia maya yang harus mewujud nyata? Di sini, teori hiperealitas-nya Jean Baudrillad menemukan rumahnya. 

Teori pemasaran pun berubah. Iklan dengan brand ambasador dianggap tidak cukup. Tidak semua segmen konsumenmu terwakili, kata Hermawan Kartajaya, dewa marketing. Maka hadirlah selebgram, endorser, buzzer dan temannya. Opinion leader yang  lebih dekat, lebih menjejak bumi dan lebih dipercaya. Percayakan mereka untuk membuat konten dan tunggu saja produkmu laku. Rekening gemerincing.

Siapa yang paling untung? Konon kabarnya konsumen. Kita. Banjir informasi dari berbagai sudut pandang sehingga mendapat -barang dan jasa- yang terbaik.

Apakah selalu begitu? Hati-hati saja, banjir informasi kadang membunuhmu. Sumpek. Pengak. Mana yang harus diikuti? Dilihat? Diperhatikan dan kemudian dibeli?

Maestro Investasi Warren Buffet pernah bilang,
Santai saja. Investasi -dan langkah terbaik- kadang-kadang justru tidak melakukan apapun. Tidak tahu apapun. Tidur saja. Hehe...

Komentar