BekFest 2019 di Solo, Oase dan Momentum Ekonomi Kreatif Tanah Air* (bagian 2)


Mengikuti workshop Bekraf empat hari di Bogor adalah pengalaman terbaik bagi saya. Selain meng-charge ilmu, teman saya bertambah. Mereka yang sudah memiliki jam terbang lebih tinggi dibandingkan saya. Penulis dari berbagai genre. Kesempatan itu juga membuka peluang mengikuti Bekraf Festival di Solo pada bulan Oktober 2019 lalu. 


Rempah Rindu di Bekfest Solo 2019
Elang Tempur di Benteng Vasterburg, lokasi Bekfest 2019 Solo


Dalam sejarah pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, Solo memiliki peran penting. Secara ekonomi, Solo menjadi penunjang kota-kota besar lain di Jawa Tengah yang secara geografis dekat dengannya seperti Semarang maupun Yogyakarta. Sejarah panjang kasultanan Solo menjadi nafas penting bagi pengembangan iklim kreatifnya.

Mengutip data Sebaran Pelaku Industri Kreatif yang diterbitkan Bekraf bersama BPS, sampai tahun 2016, ada 34.697 unit usaha kreatif di Surakarta. Di Jawa Tengah, jumlah usaha di sektor ekonomi kreatif mencakup 1.410.155.

Bila mengunjungi kota seluas 44,km2 yang terbagi dalam lima kecamatan ini, wisatawan akan langsung merasakan atmosfer seni dan kreativitas di setiap sudut kota. Semangat untuk mengembangkan Solo, berpadu dengan keramahan dan keterbukaan masyarakat terhadap wisatawan yang datang. Memuliakan tamu, adalah prinsip hidup yang dipegang erat orang Jawa, khususnya Solo.

Tidak hanya keramahan dan keterbukaan masyarakat, kuliner khas Solo juga menjadi salah satu magnet. Ia memanjakan lidah wisatawan dengan kekayaan dan keunikan rasanya. Kuliner adalah salah satu subsektor ekonomi kreatif yang menjadi tulang punggung Jawa Tengah. Mengutip data BPS 2016, pelaku usaha kuliner di Solo 70% dibandingkan 15 subsektor ekraf lainnya.

Tiga hari di Solo, kami selalu mencoba menu baru yang Solo banget. Rugi rasanya kalau tidak memanjakan lidah di kuliner khas Solo. Kami tidak berpikir dua kali untuk sarapan ke Timlo Sastro, tongseng kambing untuk makan siang dan nasi liwet Bu Sarmi sebagai menu makan malam.

Soto Gading juga sempat kami kunjungi. Soto bening yang membuat kami langsung jatuh cinta pada suapan pertama. Setelah suapan dan mangkok pertama, kelezatan soto Gading membuat kami tidak berhenti memesan mangkok kedua dan ketiga. Disantap bersama pelengkapnya seperti sate usus, ati-ampela, tempe-tahu dan gelantin, kenikmatan soto tersebut menjadi paripurna. Pantas saja, tempat-tempat makan ini tidak pernah sepi pengunjung. 


Rempah Rindu dan Bekfest Solo 2019
Soto Gading (atas) dan Nasi Liwet (bawah) andalan kuliner Solo

Oh iya, luar biasanya kuliner khas Solo, mereka sudah buka semenjak pagi sekali. Timlo Solo dan Soto Gading misalnya, sudah siap menerima tamu dari pukul 06.00 WIB. Bangun tidur, kami tidak perlu menunggu lebih lama untuk mencoba kelezatannya. Mereka juga memiliki kuliner khas pagi, siang dan sore. Nasi liwet misalnya, kuliner khas tersebut hanya ada pada malam hari.

Solo juga memanjakan lidah kami dengan warung angkringannya. Warung sederhana yang tidak pernah gagal menawarkan kenikmatan dan kekayaan rasa. Nasi angkring dan beragam jenis sate dan ubo-rampenya adalah cemilan wajib. Tidak pernah gagal membuat lidah kami bergoyang. Tanpa sadar, tangan kami kembali mencomot sate usus, telor puyuh dan bakso.

"Kayaknya semua makanan yang kita makan di Solo itu enak dan enak banget ya," kata saya yang diaminkan oleh semua Elang Tempur.

Selain kuliner Solo yang rasanya menempel sampai ke hati, wisatawan juga selalu kepincut dengan budaya Solo dan objek wisatanya. Di tahun 2018, mengutip statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Surakarta, ada 10.276 wisatawan mancanegara mengunjungi objek wisata di kota Surakarta. Jumlah wisatawan dalam negeri yang mengunjungi objek wisata Surakarta sebanyak 3.240.780 orang.

Objek wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan selama melancong di Solo adalah Keraton Mangkunegaran. Dalam satu tahun, Keraton Mangkunegaran dikunjungi oleh setidaknya 34 ribu wisatawan baik dalam dan luar negeri. Dua tujuan wisata favorit wisata lainnya adalah Museum Radya Pustaka dan Kraton Kasunanan.

Tentu saja selain dua destinasi wisata tersebut, Solo juga memiliki beberapa tujuan wisata lain seperti Taman Balekambang, Taman Sriwedari dan Museum Batik Danarhadi. Sejarah panjang kasultanan Surakarta yang masih dipertahankan sampai sekarang, menjadi mangnet bagi wisatawan. Pariwisata Surakarta yang bisa dinikmati wisatawan dapat berupa komplek kawasan, bangunan rumah tradisional, bangunan umum dan peribadatan kolonial, tugu dan monumen serta taman.

Kami menyempatkan diri mengunjungi objek wisata unggulan Solo tersebut selama mengikuti Bekfest 2019. Di tengah modernitas, Solo tetap konsisten menjaga dan merawat kearifan lokalnya. Nilai dan tradisi Solo berpadu membentuk harmoni.


Rempah Rindu dan Bekfest Solo 2019
Kunjungan ke Keraton Mangkunegaran Solo sebagai salah satu objek wisata unggulan Solo

Keraton Mangkunegaran adalah saksi sejarah akan betapa panjang dan kayanya kebudayaan nasional. Jauh sebelum ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan modern, kita dapat menyaksikan para pendahulu kita telah pandai menciptakan berbagai alat untuk mempermudah aktivitasnya. Tidak hanya multifungsi, berbagai peninggalan dari abad 17 dan 18 tersebut juga telah melambangkan betapa tingginya nilai seni dan budaya masyarakat Indonesia. Kita telah kaya karya semenjak tiga abad lalu.

Berbekal semangat tersebut, memilih Solo sebagai tuan rumah penyelenggaraan Bekfest 2019 adalah sebuah langkah tepat. Solo menyadarkan kita kembali bahwa kita memiliki banyak potensi dalam mengembangkan kreativitas. Tentu saja tanpa meninggalkan akar dan budaya yang menjadi identitas kita. Mengenalkan Indonesia ke panggung dunia. 

+++


Tahun ini, bisa hadir memeriahkan Bekfest 2019 adalah pengalaman berharga untuk saya. Rempah Rindu membuat saya mendapatkan banyak hal. Dunia literasi telah memberikan saya banyak sekali pelajaran. Saya berutang banyak hal padanya. Semoga saya bisa menyumbangkan sesuatu untuknya.

Bersama Bekraf dan Elang Tempur, saya yakin cita-cita saya ini akan semakin mendekati nyata. Gelaran Bekfest membuat saya belajar. Bahkan dari sebelum memutuskan untuk ke Solo.

Dua bulan sebelum acara berlangsung, beberapa teman sudah menyiapkan akomodasi. 100% berasal dari dana pribadi. Saya sendiri baru memutuskan datang saat injury time, beberapa hari sebelumnya. 


Rempah Rindu di Bekfest Solo 2019
Talkshow Writerpreneur Bekraf di Bekfest 2019, Solo

Perjalanan kami masing-masing menuju Solo adalah sebuah kisah panjang yang seru dan tidak terlupakan. Di dalamnya, saya yakin, Elang Tempur memiliki kisahnya sendiri. Perjalanan Jakarta, Solo, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Biak dan berbagai kota lainnya tidak hanya tentang menghabiskan 5, 10 atau bahkan 15 jam perjalanan dan berpindah tempat. Perjalanan ini telah banyak memberikan arti dan kisah baru.

Selama tiga hari, hal pertama yang saya pelajari adalah tentang keluar dari zona nyaman. Keluar dari rutinitas yang kerap kali menghabiskan sebagian besar waktumu. Ketika kita sedikit saja keluar dari zona nyaman itu, kita akan melihat dunia baru yang terhampar di depan mata. Awal Oktober lalu, dunia baru dalam cakrawala pikir saya hadir melalui Bekfest 2019.

Kita Kaya Karya, tema yang diangkat Bekraf tahun ini, begitu pas. Enam belas sub-sektor ekonomi kreatif yang menjadi fokus kerja Bekraf ditampilkan. Dari sini, saya melihat bahwa Indonesia mampu menghasilkan berbagai karya. Di bidang ekonomi kreatif, kita memiliki segala macam sumber daya untuk maju, berkembang, dan berkompetisi. Kita tidak kalah. Kita tidak akan kehabisan sumber daya asalkan tetap kreatif dalam berkarya.

Kekayaan kuliner nusantara adalah salah satunya. Tidak hanya memanjakan lidah dan khas Indonesia. Pelaku ekonomi kreatif Indonesia juga melakukan inovasi dan kreasi dalam mengembangkan kuliner khas Tanah Air. Begitu juga dengan sub-sektor ekonomi kreatif lain seperti kerajinan tangan, fesyen, dan seni kriya Indonesia. Kekayaan budaya dan sejarah berpadu dengan kreativitas dan inovasi adalah karya yang spektakuler.

Mengikuti arus informasi dan teknologi, Indonesia juga menunjukkan taring. Karya anak bangsa di bidang grafis, animasi, dan games komputer juga tidak kalah menarik. Semua ditampilkan di benteng peninggalan Belanda yang dibangun di Solo tahun 1745 tersebut.

Selain berkumpul bersama pelaku ekonomi kreatif dari berbagai sektor, Bekraf Fest memuaskan dahaga. Berkumpul bersama Elang Tempur, meluaskan cakrawala berpikir. Saya juga menjadikan momentum ini sebagai ajang titik tolak dan evaluasi.

Kami saling bercerita tentang perjalanan dan pengalaman penulisan kami. Bagaimana memancing dan merawat ide, mempertahankan suasana hati dan semangat selama menulis, serta membuat alur penulisan tidak membosankan.

Selain itu, kami juga berbagi tips bagaimana menerbitkan buku secara mandiri, melakukan negosiasi dengan penerbit dan desain, royalti, serta tentu saja: bagaimana adaptasi buku ke dalam layar lebar.

Satu hal terakhir adalah topik yang sedang hangat dan paling sering menjadi perhatian. Beruntung, Bekraf juga sangat mengakomodir keinginan kami tersebut. Salah satunya dalam VIU Pitching Forum yang sempat kami hadiri beberapa waktu lalu. 


Rempah Rindu dan Bekfest 2019
Terima Kasih untuk semua perjalanan dan pengalaman barunya, Kawan

Saya merasa berutang banyak pada mereka. Mereka telah memberikan banyak sekali pelajaran pada saya. Dalam tiga hari, mereka memberikan segalanya. Tidak hanya pertemanan yang tulus dan solid tetapi juga keluarga.

Tempat mencurahkan berbagai persoalan. Mereka juga mengajarkan pada saya arti loyalitas. Ada seorang anggota Elang Tempur yang jatuh bangun menyusun dan mencetak buku sampai detik-detik terakhir penyelenggaraan Bekraf 2019. Ada yang rela bolak-balik Surabaya-Solo di tengah tuntutan dan tanggung jawab pribadinya.

Saya juga belajar kembali bagaimana merenungi lebih dalam makna kerja sama, kerja keras, saling menghormati dan menghargai, komitmen, dedikasi dan loyalitas. Tiga hari yang sangat berharga dalam memaknai kembali makna berproses.

Mereka mengorbankan waktu, tenaga dan keuangan yang bernas bagi nafas literasi Tanah Air. Ini adalah semacam oase bagi saya pribadi. Oase untuk menulis dengan lebih giat dan lebih baik lagi.

Berjalanlah sendiri bila kita ingin cepat sampai tujuan, kata seorang bijak. Tapi berjalanlah bersama bila kita ingin berjalan jauh. Terima Kasih untuk semua hal baik yang kalian berikan untuk saya. Semoga saya bisa membalasnya di waktu depan. Mari teruskan berproses bersama.**
 



*naskah ini diikutsertakan dalam penyusunan buku Memoar Bekraf Festival Solo 2019 bersama Elang Tempur

Komentar