Beda Gaya dan Strategi Perencanaan Pensiun Saya dan Bapak

Setahun terakhir, orang tua saya di Kebumen memasuki babak baru kehidupan. Bapak saya pensiun dari dinas resminya di Kepolisian Republik Indonesia. Kami bersyukur, Bapak mengakhiri karier profesionalnya dengan lancar dan tanpa halangan. Semoga Allah SWT ridho dan mencatatnya sebagai ladang ibadah. Aamin.





tabungan dan dana pensiun
Salah satu sudut hijau baru di rumah


Saya bersyukur dapat mengawal dan mendampinginya. Bersama Mama, kami bertiga hadir dalam hari terakhir kerja dan hari pertama Bapak di rumah. Empat tahun lalu, setelah adik semata wayang meninggal, saya berjanji pada diri sendiri untuk lebih sering pulang. Just three of us. 

Dari proses itu, saya melihat dan mempelajari banyak hal. Setelah pensiun, rumah orang tua saya di Pejagoan, Kebumen, itu lebih rapi dan hijau. Bapak banyak menanam tanaman di sekeliling rumah. Juga kolam ikan yang bertambah banyak. Bapak juga makin fokus ibadah. Dia hampir tidak pernah absen sholat berjamaah lima waktu di masjid.

Tentu saja ada perubahan lain yang tidak perlu saya ceritakan. Tapi pada dasarnya, saya bersyukur orang tua saya melewati perubahahan fase hidup ini dengan baik.

===

Sekitar dua atau tiga tahun sebelum pensiun, tidak sekali saya membuka diskusi dengan mereka. Topiknya sama. "Apa rencana mereka setelah pensiun?" Pengen bisnis apa? " Bukan semata mengejar pendapatan tentu saja. Namun, lebih pada mengisi waktu dengan kegiatan agar tidak bosan.

Dari mereka, saya selalu menemukan satu jawaban. "Belum tahu, belum terpikir. Dijalani saja, dinikmati saja," katanya. "Bapak kan nanti ada uang pensiun. Cukup lah untuk hidup sederhana berdua," lanjutnya. 
Saya kadang bingung dengan jawabannya. Bingung tapi juga tenang. Bingung karena saya takut Bapak akan mengalami post power syndrome. Dari biasa sibuk menjadi di rumah saja tanpa kegiatan rutin. Sekaligus juga tenang karena berarti, Bapak sudah bisa menerima dan mengerti posisinya.


===


Karena pekerjaan, saya kerap wajib membaca artikel, seminar atau teori mengenai pengelolaan keuangan. Seperti dalam dunia kesehatan, kerap kali beda dokter beda hipotesis dan solusinya.

Pakar karier dan keuangan yang memiliki kolom tetap di CNBC, Suzy Welch, misalnya, menyarankanmu untuk sesegera mungkin membeli rumah. Makin muda makin bagus. Namun, ada juga ahli lain yang mengatakan sebaliknya.

"Kerap kali, membeli rumah justru menjadi kesalahan terbesar dalam pengelolaan keuangan. Lebih baik investasi dulu sampai bisa membayar uang muka lebih besar. Itu akan membuat beban bunga yang dibayarkan lebih murah," begitu kata yang lain. 
Namun, diantara banyak ahli itu, mereka sepakat tentang beberapa hal. Salah satunya adalah mengenai pentingnya persiapan dana pensiun.

Mengapa?

Baca saja artikel Kompas ini. Riset lain juga menyebutkan, generasi milenial diprediksi akan hidup lebih sengsara saat pensiun. Dengan tren kenaikan gaji tahunan yang relatif lebih lambat dibandingkan 10-20 tahun terakhir, kekayaan mereka cenderung stagnan. Belum lagi tuntutan gaya hidup modern yang begitu menuntut.

Dibandingkan generasi baby boomers (generasi orang tua), kita cenderung akan hidup miskin saat pensiun. Sederhananya, hidup sekarang saja sudah pas-pasan. Bagaimana dengan 20 tahun lagi di saat inflasi terus tak terkendali?


Jadi, menyiapkan rencana bisnis setelah kita pensiun itu mutlak dilakukan. Bahkan, mereka menyarankan, untuk bekerja sambil berbisnis. Mencari dan membuka diri pada berbagai peluang menambah penghasilan. Bisnis multi-level-marketing, jadi marak. Atau tawaran berbagai investasi.

Lalu, yang tidak boleh dilupakan, menyiapkan dana pensiun sedini mungkin. Seorang perencana keuangan asal negeri Uwak Sam bahkan bilang.

"Dana pendidikan anak itu bisa ngutang (pemerintah AS memang punya skema pinjaman khusus untuk ini). Anak-anakmu bisa membayar sendiri biaya kuliahnya. Namun, jangan pernah lupakan masa tuamu. Siapkan dana pensiunmu sekarang juga," pesannya. Berulang kali dalam berbagai kesempatan.

Agaknya saya termakan ungkapan mereka. Sudah sejak empat tahun lalu, kalau tidak salah, saya dengan sadar, mendaftarkan diri pada lembaga dana pensiun milik bank pelat merah. Saya meminta mereka melakukan auto-debet setiap bulan. Tabungan dana pensiun itu baru bisa dicairkan setelah saya berumur 55 atau 60 tahun.

Merasa kurang, dua tahun ini, saya menambah nominalnya. Hampir tiga kali lipat dibandingkan nominal awal yang memang tidak seberapa.

Tidak itu saja, saya mungkin kerap membagi cerita atau pengalaman saya berinvestasi di pasar keuangan. Saya juga berusaha terus meng-update kemampuan saya berinvestasi. Langkah ini, menurut saya, menjadi upaya mengamankan hari depan yang serba tidak pasti.

Meski galau terus, sejak ramai kasus Jiwasraya. Apalagi pas baca tulisan mojok ini. Katanya, investasi adalah istilah kapitalisme untuk menghasilkan laba tanpa produksi. Hahaduh....semakin banyak alasan membenci kapitalisme.

Kerap berpindah pekerjaan, saya juga merasa iuran dana pensiun di BPJS Ketenagakerjaan saya kurang maksimal. Saya pernah berpikir untuk mengubah iuran BPJS-TK itu menjadi mandiri.

Makanya kalau OJK menyebut generasi milenial belum melek keuangan, saya bingung. Generasi milenial belum tahu pentingnya menata hari depan? Generasi milenial yang mana, sih?

===


tabungan dan dana pensiun
Liburan akhir tahun di Yogyakarta, Desember 2019

Kadang, mikir Bapak yang begitu tenang pensiun tanpa perencanaan pasti, itu deg-degan. Banget. Suka ada sejuta kalau yang memang belum pasti terjadi tapi layak dipikirkan. Tentu saja.

Antara saya dan orang tua, ternyata terbentang berbagai jarak. Bukan cuma usia, gaya hidup dan selera. Namun juga pandangan dan prinsip memandang hari depan.


Kita, eh saya saja, sebagai produk hedonis-kapitalis, kerap memandang sesuatu hanya dari itungan matematika. Matematika duniawi, lebih tepatnya. Haha...

Maksudnya, apa yang kita lakukan karena kalkulasi linear. Contoh saja, kebutuhan hidup pribadi di Jakarta sekarang Rp5 juta. 20 tahun lagi, ketika kita pensiun, inflasi misalnya 20%. Jadi logikanya, ketika kita pensiun, biaya hidup di Jakarta minimal adalah Rp6 juta. Belum termasuk biaya kesehatan dan lainnya yang pasti juga merayap.


Orang tua kita sebaliknya.

Mereka lebih selow dan santai saja menghadapi hari depan. Menganggap apa yang akan terjadi ke depan sebagai suratan takdir. Jalan hidup yang memang harus dihadapi. Pasrah dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.


Tahun 2020 yang baru lewat tiga hari ini,
Itu saja salah satu resolusi saya. Belajar lagi, mencoba lagi, apa yang dibilang dan dipesankan Bapak.


Semoga Tuhan menyertai dan mengaminkannya.


Komentar