Kenapa Saya Mencintai Novel JD Robb Setengah Mati (2)



Lalu apa yang membuat aku jatuh cinta setengah mati dan selalu menomorsatukan beli novel ini begitu ada yang baru di Gramedia? 

Foto diambil dari http://thebestreviews.com/author2
Setiap satu serial terjemahannya, halaman novelnya sekitar 500 halaman. Novel bahasa Inggrisnya, yang aku punya 1 aja- soalnya bahasa Inggrisnya masih jongkok- malah lebih tebal. Jadi,memang menurut aku, novel ini detail banget gitu menceritakan tahap-tahap penyelidikannya Eve. Juga konflik asmara dan rumah tangga Eve-Roarke, dan kadang juga masalah teman-temannya seperti Peabody-Mc Nab, Mavis-Leonardo, Feeney dan Dr Mira.



 

Selain hubungan cinta sempurnanya Roarke-Eve yang bikin meleleh khas Harlequin (secara ya ini Nora Roberts juga) adalah juga soal bagaimana membaca karakter dan kepribadian manusia. Bagaimana seorang penulis novel itu harus melihat dengan detail dan menggambarkan dan menyimpulkan kepribadiannya. Kelihatan subjektif sepertinya, tetapi dengan latihan dan pengamatan terus menerus, aku pikir ini bisa juga dilakukan.


Di buku-22 ini misalnya, digambarkan bagaimana Eve memiliki firasat yang enggak enak sejak awal dengan Zana Lombard-menantu korban. Menurut Eve, perempuan ini tampil terlalu sempurna. Terlalu tidak memiliki aib. Terlalu tipe istri ideal. Semuanya teratur dan terstruktur, dari pandangan mata, cara duduk dan bicara, sikap, pilihan makanan, dandanan, dan sebagainya. Itu malah mencurigakan.


Ketika Eve mengunjungi salah satu restoran bersama Roarke misalnya, dia juga bisa menggambarkan detail penampilan sang pramusaji dan juga menyimpulkan kalau dia gay.


“Kenapa?” kata Roarke


“Karena dia selalu memandangmu, dan tidak pernah menoleh ke aku,” jawab Eve.


Begitu kuotasi percakapannya yang bahkan aku ingat di luar kepala. Hahaha….maklum baru kemarin kelar bacanya.


Jadi guys, aku kemarin pas di Gramedia juga baca belakang bukunya Malcolm Gladwell yang judulnya Blink. 

Di buku ini, dia cerita dan ngajarin bagaimana membaca sesuatu,menilai dan lainnya dalam 10 detik pertama. Kemampuan ini penting untuk bersosialisasi, mengambil keputusan dengan cepat dan juga berbisnis. Dia bilang, salah mengenali di 10 detik pertama bisa membuat seorang ahli pemasaran sukses berkarier atau sang polisi salah menembak orang yang ternyata bukan tersangka.


Ini biodata singkat sang Malcolm Gladwell http://en.wikipedia.org/wiki/Malcolm_Gladwell- yang aku juga baru tau kalau dia jurnalis. Salah seorang rekan saya –dalam media sosialnya- merekomendasikan buku pertamanya Tipping Point. Itu tentang bagaimana sebuah endemi atau gepok tular dapat menyebar dan memberikan dampak sangat signifikan tanpa orang melakukan apapun. Setelah baca beberapa rangkuman bukunya (di bagian belakang) dan juga baca isinya sekilas, aku sih berencana baca dan mengoleksi bukunya. Malam minggu kemarin, aku bela-belain ke Gramedia Ambassador, Kuningan untuk ngejar Tipping Point. Soalnya katanya itu buku lama dan cuma di situ yang masih ada.


Di novel JD Robb ini, dipaparkan banget bagaimana dia mengenali karakter orang dalam pandangan pertama. Dibantu juga Dr Mira yang ceritanya emang psikolog khusus Kepolisian. Telaah ilmiahnya tentang metode dan cara pembunuhan, dapat membantu melihat psikologi dan karakter jiwa pembunuhnya. Itu…luar biasa menurut saya.


Si Eve ini, juga hebat dalam merekontruksi kejadian. Bagaimana dia sering ngebayangin kalau dalam kasus suatu pembunuhan, dia ada di situ. Melihat dan menilai. Bagaimana juga hal sepele seperti komentar orang tentang Soy Dogs (kayak hamburger) atau tentang hal-hal remeh lainnya, kertas yang digunakan penulis misalnya, bisa menjawab misteri pembunuhan. Yang sering kasusnya pembunuhan berantai.

Buku ke-22, edisi internasional


Roarke juga begitu. Dari pengalamannya berkecimbung dengan berbagai tipe dan kalangan manusia, dia menjadi pribadi yang pandai menilai orang. Dia sendiri, diceritakan, melapisi dirinya dan harga dirinya dengan sangat cerdik, licin dan berkelas.


Uang banyak membantu- kata JD Robb.






Di awal-awal, walaupun kesal, Eve juga kagum bagaimana Roarke bisa menilai begitu. Saking seringnya menghindari polisi, dia berpikir seperti polisi. Dia bisa menilai ke dalam orang dari pilihan bajunya, pilihan katanya, atau bagaimana dia memasang dan menata rumahnya. Pas mereka dateng ke kelab malam murahan misalnya, diceritakan, dalam sekali lihat bahwa perempuan yang sedang berbuat hampir mesum di sana itu dari Queens (bagian selatan Amerika). Si Eve nanya, kenapa dia bisa tau mereka dari sana. Dugaan dia benar saat mereka marah-marah dengan logat selatan yang kental. Namun, JD Robb enggak cerita kenapa bisa begitu.


Itu skill. Aku tau, benar-benar ada orang yang memiliki kemampuan kayak gitu. Kalau mau jadi novelis, juga penting menguasai ilmu begitu. Penasaran juga, kalau ketemu JD Robb dia bakal nilai apa ya ke aku? Hehe..


Yang penting juga, adalah memang benar apa kata Pak Wisnu; dosenku dulu. Metode dan pola pengasuhan orangtua ke anaknya waktu kecil, sangat berpengaruh ke emosi dan karakter anak itu ketika dewasa. Luka, sekecil apapun, akan berpengaruh pada kepribadian mereka kelak. Makanya…benar. Berumahtangga dan apalagi membesarkan anak itu butuh ilmu. Ilmu itu juga harus dipelajari dari sekarang. Tidak nanti saja, pas anaknya mau lahir. Itu telat banget.


Jadi begitu guys, udah panjang bener sepertinya. Selalu enggak sabar menunggu kelanjutan Eve-Roarke selanjutnya.


Komentar